10 September 2019

Pengembara Padang Pasir



Di padang pasir yang panas dan gersang, kau masih bisa menemui kehidupan. Bukan hanya tumbuhan kaktus dan ular gurun yang akan kau temui. Kau juga bisa menemui kami, Suku Badui atau Bedouin. Sang pengembara padang pasir...

Rumahku Bisa Dilipat


Suku Bedouin adalah suku pengembara di gurun pasir yang terbentang di jazirah Arab. Kami hidup berpindah-pindah atau nomaden sambil menggembalakan kambing dan domba. Kami tak punya tempat tinggal tetap. Itu sebabnya kami tak punya rumah permanen seperti rumahmu.

Rumah kami berupa tenda yang terbuat dari pintalan bulu kambing. Rumah itu ringan, mudah dipasangm mudah dilipat, dan mudah dibawa ke mana-mana! Hihi, asyik, kan?

Biasanya kami memasang tenda menghadap ke selatan atau timur. Setiap tamu harus masuk dari depan tenda. Ruangan dalam tenda, dipisahkan oleh dinding penyekat berdekorasi. Kami menyebutnya gata.

“Mobil” Padang Pasir


Karena kami hidup berpindah-pindah, kami butuh kendaraan untuk mengangkut barang-barang kami. Nah, kendaraan yang paling tangguh dan sesuai di padang pasir adalah... unta! Yap, hewan berpunuk ini sanggup membawa beban yang banyak dan berat. Unta juga sangat kuat. Dia bisa bertahan hidup tanpa air selama 10 hari!

Setiap kali melakukan perjalanan, kami mengikat barang-barang kami pada punggung unta. Kadang kami naik ke punggung unta dan mengendarainya untuk melintasi padang pasir. Unta seperti “mobil” bagi orang gurun seperti kami.

Hmm... Kharouf yang Lezat!


Kami adalah suku yang ramah dan sangat menghormati tamu. Kalau kau bertamu ke tenda kami, kami tak segan-segan menyajikan hidangan yang paling lezat, yaitu kharouf! Kharouf adalah daging kambing muda atau daging unta panggang. Ini adalah menu khas Bedouin. Menurut tradisi Bedouin, cara kami menghormati tamu adalah dengan memotong unta, memasaknya, dan menyajikannya pada tamu.

Untuk makanan sehari-hari, kami makan roti dan susu. Kami juga membuat yogurt dan mentega dari susu kambing dan unta. Kadang kami juga makan kurma sebagai hidangan penutup.

Oh ya, sesekali, kami memasak roti di pasir, lo. Wow, pasir gurun yang sangat panas bisa kami manfaatkan untuk memasak makanan! Selain itu, kami juga bisa menikmati teh kental khas gurun. Hmmm, nikmat!

Jubah Anti Panas dan Dingin
Tinggal di gurun tidak semudah tinggal di tempat biasa. Pada siang hari, suhu udara di gurun sangat panas. Bahkan, bisa mencapai 50 derajat celcius! Sedangkan pada malam hari, udara bisa sangat... brrr, dingiiiin!

Untuk melindungi tubuh kami dari suhu udara yang ekstrim, kami harus mengenakan jubah panjang. Bahannya harus ringan dan berwarna terang. Pakaian kami sangat longgar sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara.

Tak Pernah Tersesat
Dalam perjalanan, kami tak pernah tersesat. Kau mau tahu rahasianya? Di siang hari, kami menggunakan matahari sebagai petunjuk arah. Matahari terbit menunjukkan arah timur. Matahari terbenam menunjukkan arah barat.

Jika bertemu bukit batu, kami membuat tumpukan batu. Bayangan dari tumpukan batu itu bisa dijadikan petunjuk arah.

Di malam hari, kami mencari bintang di langit. Terutama bintang-bintang yang beruwuud beruang atau Ursa Mayor. Jika ditarik garis lurus, dua bintang paling terang di perut buruang menunjukkan arah utara. Hmm, terbukti bukan, selain pemberani, suku kami juga cerdik, kan?

(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII. 10 September 2009. Hal. 28-29)
Foto: istimewa. Teks: Dwi.

0 komentar:

Posting Komentar