Paman Kikuk dan Husin bertamasya ke
Puncak. Mereka berjalan-jalan menghirup udara segar di perkebunan teh. “Paman,
lihat itu!” seru Husin sambil menunjuk langit.
“Biasa aja lagi, Sin! Cuma paralayang,
gitu. Aku juga bisa,” tukas Paman Kikuk ketus. Husin melengos mendengar
komentar pamannya. Paman Kikuk lalu mengajak Husin ke tempat penyewaan
paralayang.
“Sin, perhatikan bagaimana ahli akrobat
udara ini beraksi, ya,” sumbar Paman Kikuk. Tak lama kemudian, Paman Kikuk
sudah meluncur bersama seorang instruktur.
Paralayang itu bergerak melayang
tenang. Namun, pada saat paralayang bergerak menjauh ke tengah lembah, Paman
Kikuk merasa ngeri melihat ke bawah. Paman Kikuk mulai panik.
Begitu paniknya, sampai-sampai Paman
Kikuk merasa dirinya akan jatuh. Dia mulai berteriak-teriak dan meronta hendak
berpegangan pada instruktur.
Paralayang Paman Kikuk terombang-ambing
tak terkendali. Husin dan orang-orang yang melihatnya tampak cemas. Paman Kikuk
terus meronta dan berteriak panik.
Paralayang Paman Kikuk bergerak tak
beraturan dan menukik ke arah pepohonan. Paman Kikuk semakin ketakutan dan
meronta lebih kuat lagi.
Akhirnya paralayang itu mendarat
darurat di dahan sebuah pohon. Orang-orang segera berlarian menuju pohon itu
dan berusaha menolong Paman Kikuk.
(Sumber: Bobo Edisi 23. Tahun XXXVII.
17 September 2009. Hal. 24-25)
Ilustrasi: Sabariman R.
0 komentar:
Posting Komentar