Satu Kata, Satu Perbuatan
By: Widya Suwarna
Waktu istirahat, Mimi bercakap-cakap
dengan Aida, Siska dan Yanti. Mereka membicarakan rencana menengok Hera yang
dirawat di rumah sakit karena operasi usus buntu.
“Jadi,
kalian ke rumahku saja. Di depan rumahku, ada halte bus. Kita bisa menunggu bus
di sana. Jam empat ya, kumpul di rumahku!” kata Aida.
Ilustrasi: Roedyriff |
“Baiklah,
dari rumahmu kita naik taksi saja, nanti aku yang bayar. Tidak enak
berdesak-desakan naik bus dan tidak pakai AC!” kata Mimi.
“Wah, itu
lebih enak!” kata Siska dengan gembira.
“Tetapi
kalian jangan terlambat. Kalau terlambat, nanti ditinggal, lo!” pesan Mimi.
“Iya, bosss!”
jawab Yanti. Anak-anak itu tertawa.
Bel masuk
berbunyi. Anak-anak masuk ke dalam kelas. Mereka sedang menyalin catatan IPA di
papan tulis ketika terdengar bunyi ringtone HP dengan nada lagu Potong
Bebek Angsa. Anak-anak tertawa.
Dering itu berasal dari HP Yanti. Cepat-cepat Yanti mematikan HP-nya.
“Sudah Ibu
pesan, kalau di kelas, HP harus dimatikan!” kata Bu Evi. “Ayo, semua yang punya
HP, periksa dulu! Sudah dimatikan atau belum!” Semua anak yang memiliki HP
memeriksa HP milik masing-masing, termasuk Mimi. Oh, untunglah HP-nya sudah
mati.
Sepulang
sekolah Bik Minah memberitahu Mimi. “Non Mimi, ada kiriman pos. Saya taruh di
meja belajar, Non!”
“Terima
kasih, Bik!” Jawab Mimi. Segera ia masuk ke kamarnya. Di meja belajar ada
amplop cokelat tebal.
“Waah,
asyik, Tania mengirimkan majalah anak-anak!” seru Mimi bersemangat. Tania
adalah saudara sepupunya. Setiap bulan, ia mengirimkan empat atau lima majalah
anak-anak. Mimi sudah berlangganan satu majalah anak-anak dan Tania mengirimkan
majalah lain.
Ilustrasi: Roedyriff |
“Non, makan
dulu!” kata Bik Minah.
“Iya, iya,
Bik, memang aku sudah lapar, kok. Nanti, aku mau pergi menengok temanku di
rumah sakit!” kata Mimi.
Setelah
makan, Mimi membuat PR, lalu membaca majalah. Demikian asyiknya, sehingga
tahu-tahu jam sudah menunjukkan setengah empat. Mimi bergegas mandi, kemudian
berangkat ke pangkalan ojek sepeda motor. Namun, tak satu pun ojek yang
mangkal. Terpaksa Mimi menunggu. Untung ada satu ojek yang meluncur ke arahnya.
Akan tetapi,
jalan ternyata macet. Dia mau mengambil HP-nya dan menelpon. Tetapi, dia ingat,
berbahaya menelpon di jalan. Bisa-bisa HP disambar penjahat. Oooh, rupanya di depan ada satu mobil boks mogok
sehingga menghalangi lalu lintas. Juga ada perbaikan jalan sehingga semua
kendaraan dialihkan belok ke kiri. Wah, harus memutar, baru bisa sampai ke
rumah Aida.
Ilustrasi: Roedyriff |
Akhirnya,
Mimi tiba di rumah Aida. Suasana rumah sepi. Dia mengambil HP-nya. Rupanya dia
lupa menyalakan HP-nya sepulang sekolah dan kemudian asyik membaca majalah. Ada
tiga missed call dari Aida dan tiga dari Yanti. Lalu ada SMS dari Aida:
Mi,
maaf, terpaksa kamu kami tinggal. Yanti bawa mobil, tetapi harus segera antar
adiknya kursus musik di dekat rumah sakit. Takut terlambat.
Lalu ada
satu lagi SMS dari Yanti:
Mimi
tertegun. Satu kata, satu perbuatan. Dia sendiri yang bilang jangan terlambat,
nanti ditinggal. Sekarang, dia sendiri yang ditinggal, karena kata-katanya
tidak sesuai dengan perbuatannya. Dengan lunglai, Mimi duduk di halte bus. Ia
mau pulang saja. Mimi tak berani naik taksi sendiri ke rumah sakit. Dia juga
tidak mau berdesak-desakan di bus.
Kalimat
“satu kata, satu perbuatan” terus menerus timbul dalam pikirannya. Kalimat itu
mengingatkan Mimi, supaya jangan hanya bisa omong, tetapi tidak bisa melakukannya.
(Sumber: Bobo edisi 35. Tahun XXXVIII. 9
Desember 2010. Hal. 18-19)