Tiga
Tangkai Mawar
By:
Widya Suwarna
Raja Huang menerima tamu dari negara lain. Tamu tersebut membawa hadiah tiga
tangkai mawar merah. Yang satu sudah mekar dengan sempurna, yang satu baru
mulai mekar, dan satu lagi masih kuncup.
Ilustrasi: Dhian |
“Mawar-mawar ini bisa diberikan pada
tiga wanita yang paling Yang Mulia sayangi dan hormati!” kata tamu tersebut.
“Siapa yang memandang mawar-mawar ini selama lima menit setiap hari, maka
wanita itu akan bertambah cantik. Tetapi bila kelopak-kelopak bunga mawar telah
gugur, maka kecantikan mereka akan kembali seperti semula!”
Raja Huang mengucapkan terima kasih. Ia
juga memberikan hadiah lukisan yang indah kepada tamu tersebut.
Raja Huang tahu, mawar yang mekar
sempurna itu cocok untuk neneknya yang sudah tua. Sebelum semua kelopak mawar
gugur, mungkin saja Nenek sudah meninggal lebih dulu. Pikir Raja Huang. Yang
terbaik adalah mawar yang masih kuncup. Ia bingung, apakah itu harus diberikan
kepada ibunya, atau istrinya.
Setelah berpikir-pikir, Raja mengambil
keputusan, “Aku harus memberikan yang terbaik kepada ibuku. Ibu sudah
melahirkan, membesarkan, dan mendidik aku!”
Pertama-tama, Raja memberikan mawar
yang mekar sempurna itu kepada neneknya. Tetapi nenek berkata, “Cucuku, aku
sudah tua. Aku tidak butuh kecantikan lagi. Berikanlah ini kepada permaisuri!
Bukankah istrimu masih muda?”
Kemudian Raja memberikan mawar yang
kuncup kepada ibunya. Ibunya menerimanya dengan gembira dan berkata, “Kau
sungguh anak yang berbakti kepada orangtua! Namun, aku ingin memberikan mawar ini
kepada istrimu! Sebagai permaisuri, ia pantas tampil sebagai wanita tercantik!”
Jadi akhirnya Raja Huang memberikan
tiga tangkai mawar itu kepada istrinya. Ia juga menceritakan apa yang dilakukan
nenek dan ibunya. Permaisuri sangat terharu.
“Aku lebih menginginkan kebijakan kedua
wanita istimewa itu, daripada kecantikan!” kata Permaisuri. “Aku akan berbicara
pada Nenek dan Ibu mengenai mawar-mawar ini!”
Ilustrasi: Dhian |
Maka Permaisuri mengunjungi ibunda dan
nenek suaminya. Ia menyatakan ingin belajar menjadi bijak.
“Benar, anakku. Kecantikan batiniah
lebih berharga daripada kecantikan lahiriah. Bila kau selalu mengucap syukur,
kau akan menjadi bijak!” kata Nenek.
“Dan bila kau selalu berbuat baik dan
memiliki hati yang bersih, kau akan jadi wanita bijak. Hai itu akan terus
dikenang orang, walaupun kau kelak meninggalkan dunia ini!” kata ibunda Raja
Huang.
Permaisuri mengucapkan terima kasih dan
berjanji akan melaksanakannya. Lalu, siapa yang menyimpan mawar-mawar itu? Ketiga
tangkai bunga mawar ditaruh dalam vas dan diletakkan di depan istana. Semua
wanita boleh berhenti dan memandanginya selama lima menit. Mereka juga mendapat
sepotong kertas mungil bertuliskan, “Mengucap
syukurlah, miliki hati yang bersih, dan berbuat baik senantiasa.”
Beberapa waktu kemudian, kerajaan yang
dipimpin Raja Huang terkenal karena wanita-wanitanya yang cantik dan baik hati.
Bahkan setelah bunga-bunga itu layu dan gugur, wanita-wanita itu masih tetap
cantik, karena hati mereka yang bersih.
Ketiga wanita yang disayangi dan
dihormati Raja Huang, telah menjadi teladan.
(Sumber: Bobo Edisi 24. Tahun XXXVII. 29 September 2009. Hal 28-29)
0 komentar:
Posting Komentar