30 September 2016

Tiga Tangkai Mawar


Tiga Tangkai Mawar

By: Widya Suwarna

Raja Huang menerima tamu dari negara lain. Tamu tersebut membawa hadiah tiga tangkai mawar merah. Yang satu sudah mekar dengan sempurna, yang satu baru mulai mekar, dan satu lagi masih kuncup.
Ilustrasi: Dhian

“Mawar-mawar ini bisa diberikan pada tiga wanita yang paling Yang Mulia sayangi dan hormati!” kata tamu tersebut. “Siapa yang memandang mawar-mawar ini selama lima menit setiap hari, maka wanita itu akan bertambah cantik. Tetapi bila kelopak-kelopak bunga mawar telah gugur, maka kecantikan mereka akan kembali seperti semula!”

Raja Huang mengucapkan terima kasih. Ia juga memberikan hadiah lukisan yang indah kepada tamu tersebut.

Raja Huang tahu, mawar yang mekar sempurna itu cocok untuk neneknya yang sudah tua. Sebelum semua kelopak mawar gugur, mungkin saja Nenek sudah meninggal lebih dulu. Pikir Raja Huang. Yang terbaik adalah mawar yang masih kuncup. Ia bingung, apakah itu harus diberikan kepada ibunya, atau istrinya.

Setelah berpikir-pikir, Raja mengambil keputusan, “Aku harus memberikan yang terbaik kepada ibuku. Ibu sudah melahirkan, membesarkan, dan mendidik aku!”

Pertama-tama, Raja memberikan mawar yang mekar sempurna itu kepada neneknya. Tetapi nenek berkata, “Cucuku, aku sudah tua. Aku tidak butuh kecantikan lagi. Berikanlah ini kepada permaisuri! Bukankah istrimu masih muda?” 

Kemudian Raja memberikan mawar yang kuncup kepada ibunya. Ibunya menerimanya dengan gembira dan berkata, “Kau sungguh anak yang berbakti kepada orangtua! Namun, aku ingin memberikan mawar ini kepada istrimu! Sebagai permaisuri, ia pantas tampil sebagai wanita tercantik!”

Jadi akhirnya Raja Huang memberikan tiga tangkai mawar itu kepada istrinya. Ia juga menceritakan apa yang dilakukan nenek dan ibunya. Permaisuri sangat terharu.

“Aku lebih menginginkan kebijakan kedua wanita istimewa itu, daripada kecantikan!” kata Permaisuri. “Aku akan berbicara pada Nenek dan Ibu mengenai mawar-mawar ini!”
Ilustrasi: Dhian

Maka Permaisuri mengunjungi ibunda dan nenek suaminya. Ia menyatakan ingin belajar menjadi bijak.

“Benar, anakku. Kecantikan batiniah lebih berharga daripada kecantikan lahiriah. Bila kau selalu mengucap syukur, kau akan menjadi bijak!” kata Nenek.

“Dan bila kau selalu berbuat baik dan memiliki hati yang bersih, kau akan jadi wanita bijak. Hai itu akan terus dikenang orang, walaupun kau kelak meninggalkan dunia ini!” kata ibunda Raja Huang.

Permaisuri mengucapkan terima kasih dan berjanji akan melaksanakannya. Lalu, siapa yang menyimpan mawar-mawar itu? Ketiga tangkai bunga mawar ditaruh dalam vas dan diletakkan di depan istana. Semua wanita boleh berhenti dan memandanginya selama lima menit. Mereka juga mendapat sepotong kertas mungil bertuliskan, “Mengucap syukurlah, miliki hati yang bersih, dan berbuat baik senantiasa.”

Beberapa waktu kemudian, kerajaan yang dipimpin Raja Huang terkenal karena wanita-wanitanya yang cantik dan baik hati. Bahkan setelah bunga-bunga itu layu dan gugur, wanita-wanita itu masih tetap cantik, karena hati mereka yang bersih.

Ketiga wanita yang disayangi dan dihormati Raja Huang, telah menjadi teladan.

(Sumber: Bobo Edisi 24. Tahun XXXVII. 29 September 2009. Hal 28-29)

0 komentar:

Posting Komentar