18 September 2016

Garis Debu yang Menempel di Baju


Garis Debu yang Menempel Di Baju

oleh Deny Wibisono

Minggu pagi yang cerah. Oka menanti di depan pintu. Hari ini, ketiga temannya, Dimas, Restu, dan Viko akan datang ke rumahnya. Oka dan teman-teman akan mengerjakan PR membuat peta. PR itu tugas IPS yang diberikan Pak Joko, guru kelasnya.

Lima menit kemudian, tiga teman Oka tiba. Oka segera mempersilakan ketiga temannya masuk ke kamarnya. Kamar Oka cukup luas. Karena itu, Oka mengajak mereka mengerjakan PR di kamarnya.

Tak lama kemudian, Mbak Siti mengetuk pintu kamar. Mbak Siti, pembantu keluarga Oka, membawa makanan dan minuman. Ketiga teman Oka langsung tersenyum saat camilan datang. Maklum, perut mereka memang mulai keroncongan.

Oka dan ketiga temannya mengerjakan PR mulai pukul 4 sore. Tak terasa mereka sudah berada di dalam kamar itu sampai pukul setengah enam sore. Hari sudah mulai gelap. Ketiga teman Oka sudah izin pada orang tua masing-masing. Jadi, mereka tidak akan dimarahi meski pulang malam.

Saat mereka sedang menulis nama-nama kota, tiba-tiba, listrik padam. Oka dan ketiga temannya bingung. Untung listrik hanya padam sebentar.
Ilustrasi: Piet O.

Saat listrik menyala kembali, Oka terkejut melihat kartu memori HP di rak lemarinya hilang. Kartu itu memang diletakkan begitu saja di rak. Ia bermaksud memasang kartu itu untuk mendengarkan lagu baru lewat HP-nya. Tapi....

Ada tiga teman di kamarnya saat ini. Kemungkinan salah satu dari mereka yang mengambil kartu memori HP-nya.

Oka mencoba menebak, siapa yang punya HP dengan kartu jenis micro SD seperti miliknya. Ada dua anak yang punya HP dengan kartu memori micro SD.

Oka sebenarnya mau bertanya langsung. Namun, ia khawatir jika teman-temannya itu tersinggung. Oka bingung karena sebentar lagi mereka kan pulang.

Syukurlah! Entah bagaimana, Oka tiba-tiba mendapat ide. Ia mengajak teman-temannya bermain PS2. Menurutnya, ia bisa menunda kepulangan mereka sambil mencari siapa yang mengambil kartunya.

Ketika bermain PS, Oka berharap ada satu anak yang ingin cepat-cepat pulang. Karena anak yang mencuri pasti tidak akan betah berlama-lama. Namun, sampai setngah jam berlalu, harapan Oka sia-sia. Semuanya betah bermain PS2.
Ilustrasi: Piet O.

Oka bingung sekali. Kartu memori itu terlalu kecil. Mudah sekali disembunyikan di saku atau di tempat lain. Oka harus mencari bukti lain yang lebih kuat. Namun bagaimana caranya?

Saat bermain game sepakbola, Oka kalah terus. Padahal, ia jarang kalah sebelumnya. Oka kalah karena konsentrasinya terganggu. Ia terus memikirkan kartu memorinya. Ah, andai saja HP-nya yang hilang, pasti akan berbunyi kalau kutelpon. Pencurinya pun bisa langsung ketahuan, batin Oka. Sayangnya, itu hanya kartu memori HP yang kecil.

“Ka, kita main Tekken, yuk!” ajak Viko yang mulai bosan bermain game  sepakbola karena kalah terus.

Dengan malas, Oka mengambil CD Tekken di rak tempat ia meletakkan kartu HP-nya tadi. Oka sudah lama tidak bermain game itu. Menurutnya, game itu cukup kasar. CD game itu sedikit berdebu. Oka meniup debu yang menempel pada CD Tekken itu. Saat melihat debu beterbangan, tiba-tiba Oka menyadari sesuatu. Oka tersenyum karena berhasil mendapatkan sedikit petunjuk.

Saat akan memasang CD game, Oka melirik pada teman-temannya, ia mendapati sesuatu seperti yang ia harapkan. Setelah yakin, Oka kemudian menceritakan tentang kehilangan memorin HP-nya.

“Teman-teman, kartu memoriku tadi hilang,” kata Oka membuka pembicaraan.“Aku tidak enak menuduh satu di antara kalian. Tapi, ternyata mamang ada salah satu di anatara kalain yang mengambilnya.”

“jadi kamu menuduh kami?” tanya Restu.

“Memang apa buktinya?” sahut Dimas.

“Maaf teman-teman. Tapi bisakah kalian berdiri!”
Ilustrasi: Piet O.

Oka mendekati Restu yang berdiri dengan sikap tenang. Ia mengamati Restu dengan tatapan berbeda.

“Jadi kamu menuduhku, ya?”

“Begini. Aku melihat ada debu yang menggaris pada bajumu. Itu artinya, kamu tadi sempat berdiri di dekat lemari tempat aku meletakkan kartu Micro. Cuma kamu yang ada di dekat kartu Micro SD itu. Lihatlah! Di bajuku sekarang ada debu yang menggaris juga. Garis ini ada setelah aku mengambil CD Tekken di lemari yang sama.”

Restu hanya bisa menunduk. Ia mengakui kehebatan Oka dalam memecahkan kasus ini. Ia minta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. “Suatu saat, aku mungkin bisa memecahkan kasus yang lebih besar!” kata Oka, saat teman-temannya memujinya. “Tapi sekarang, aku harus membersihkan lemariku. Ternyata sudah sangat berdebu!” tambahnya lagi sambil tersenyum.

(Sumber: Bobo Edisi 23. Tahun XXXVII. 17 September 2009. Hal. 26-27)

0 komentar:

Posting Komentar