Garis Debu yang Menempel Di Baju
oleh Deny Wibisono
Minggu pagi yang cerah. Oka menanti di depan pintu. Hari ini,
ketiga temannya, Dimas, Restu, dan Viko akan datang ke rumahnya. Oka dan
teman-teman akan mengerjakan PR membuat peta. PR itu tugas IPS yang diberikan
Pak Joko, guru kelasnya.
Lima menit kemudian, tiga teman Oka tiba. Oka segera
mempersilakan ketiga temannya masuk ke kamarnya. Kamar Oka cukup luas. Karena
itu, Oka mengajak mereka mengerjakan PR di kamarnya.
Tak lama kemudian, Mbak Siti mengetuk pintu kamar. Mbak
Siti, pembantu keluarga Oka, membawa makanan dan minuman. Ketiga teman Oka
langsung tersenyum saat camilan datang. Maklum, perut mereka memang mulai
keroncongan.
Oka dan ketiga temannya mengerjakan PR mulai pukul 4 sore.
Tak terasa mereka sudah berada di dalam kamar itu sampai pukul setengah enam
sore. Hari sudah mulai gelap. Ketiga teman Oka sudah izin pada orang tua
masing-masing. Jadi, mereka tidak akan dimarahi meski pulang malam.
Saat mereka sedang menulis nama-nama kota, tiba-tiba, listrik
padam. Oka dan ketiga temannya bingung. Untung listrik hanya padam sebentar.
Ilustrasi: Piet O. |
Saat listrik menyala kembali, Oka terkejut melihat kartu
memori HP di rak lemarinya hilang. Kartu itu memang diletakkan begitu saja di
rak. Ia bermaksud memasang kartu itu untuk mendengarkan lagu baru lewat HP-nya.
Tapi....
Ada tiga teman di kamarnya saat ini. Kemungkinan salah satu
dari mereka yang mengambil kartu memori HP-nya.
Oka mencoba menebak, siapa yang punya HP dengan kartu jenis micro SD seperti miliknya. Ada dua anak
yang punya HP dengan kartu memori micro
SD.
Oka sebenarnya mau bertanya langsung. Namun, ia khawatir
jika teman-temannya itu tersinggung. Oka bingung karena sebentar lagi mereka
kan pulang.
Syukurlah! Entah bagaimana, Oka tiba-tiba mendapat ide. Ia
mengajak teman-temannya bermain PS2. Menurutnya, ia bisa menunda kepulangan
mereka sambil mencari siapa yang mengambil kartunya.
Ketika bermain PS, Oka berharap ada satu anak yang ingin
cepat-cepat pulang. Karena anak yang mencuri pasti tidak akan betah
berlama-lama. Namun, sampai setngah jam berlalu, harapan Oka sia-sia. Semuanya
betah bermain PS2.
Ilustrasi: Piet O. |
Oka bingung sekali. Kartu memori itu terlalu kecil. Mudah
sekali disembunyikan di saku atau di tempat lain. Oka harus mencari bukti lain
yang lebih kuat. Namun bagaimana caranya?
Saat bermain game sepakbola,
Oka kalah terus. Padahal, ia jarang kalah sebelumnya. Oka kalah karena
konsentrasinya terganggu. Ia terus memikirkan kartu memorinya. Ah, andai saja
HP-nya yang hilang, pasti akan berbunyi kalau kutelpon. Pencurinya pun bisa
langsung ketahuan, batin Oka. Sayangnya, itu hanya kartu memori HP yang kecil.
“Ka, kita main Tekken,
yuk!” ajak Viko yang mulai bosan bermain game sepakbola karena kalah
terus.
Dengan malas, Oka mengambil CD Tekken di rak tempat ia meletakkan kartu HP-nya tadi. Oka sudah
lama tidak bermain game itu.
Menurutnya, game itu cukup kasar. CD game itu sedikit berdebu. Oka meniup
debu yang menempel pada CD Tekken itu.
Saat melihat debu beterbangan, tiba-tiba Oka menyadari sesuatu. Oka tersenyum
karena berhasil mendapatkan sedikit petunjuk.
Saat akan memasang CD game,
Oka melirik pada teman-temannya, ia mendapati sesuatu seperti yang ia harapkan.
Setelah yakin, Oka kemudian menceritakan tentang kehilangan memorin HP-nya.
“Teman-teman, kartu memoriku tadi hilang,” kata Oka membuka
pembicaraan.“Aku tidak enak menuduh satu di antara kalian. Tapi, ternyata
mamang ada salah satu di anatara kalain yang mengambilnya.”
“jadi kamu menuduh kami?” tanya Restu.
“Memang apa buktinya?” sahut Dimas.
“Maaf teman-teman. Tapi bisakah kalian berdiri!”
Ilustrasi: Piet O. |
Oka mendekati Restu yang berdiri dengan sikap tenang. Ia
mengamati Restu dengan tatapan berbeda.
“Jadi kamu menuduhku, ya?”
“Begini. Aku melihat ada debu yang menggaris pada bajumu.
Itu artinya, kamu tadi sempat berdiri di dekat lemari tempat aku meletakkan kartu
Micro. Cuma kamu yang ada di dekat
kartu Micro SD itu. Lihatlah! Di bajuku sekarang ada debu yang menggaris
juga. Garis ini ada setelah aku mengambil CD Tekken di lemari yang sama.”
Restu hanya bisa menunduk. Ia mengakui kehebatan Oka dalam
memecahkan kasus ini. Ia minta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. “Suatu
saat, aku mungkin bisa memecahkan kasus yang lebih besar!” kata Oka, saat teman-temannya
memujinya. “Tapi sekarang, aku harus membersihkan lemariku. Ternyata sudah
sangat berdebu!” tambahnya lagi sambil tersenyum.
(Sumber: Bobo Edisi 23. Tahun XXXVII. 17
September 2009. Hal. 26-27)
0 komentar:
Posting Komentar