Nat’s Secret
By: L. Heni Susilowati
Di antara teman-teman barunya, Nat tampak sangat berbeda.
Cantik, berkulit bersih, dengan seragam dan sepatu yang bagus. Namun ia merasa
sendirian. Itu sebabnya, di hari pertama masuk sekolalah, ia tidak merasa
gembira.
Di awal pelajaran, Bu Naning sudah memperkenalkan dia. Bu
Naning meminta anak-anak menjadi temannya. Namun, Nat hanya punya satu teman.
Sandra, teman sebangkunya. Itu pun kalau Nat tahan berteman dengannya.
Sandra bukanlah teman yang menyenangkan. Ia egois dan
sombong. Saat istirahat, hanya dia dan Nat yang tidak diajak bermain
teman-teman lain.
“Nat mau pindah sekolah saja, Ma. Enggak enak sekolah di
situ,” keluh Nat dalam perjalanan pulang ke rumah.
“Hm,” terdengar suara Mama. “Kita bicarakan di rumah saja,
ya.”
Nat sudah hafal jawaban Mama. Sejak pindah ke kota ini, Mama
benar-benar konsentrasi mengemudi. Menghafal jalan, kata Mama.
Nat tahu, namun tidak mau mengerti. Apa susahnya menyetir
sambil bicara. Kan, enak, tidak diam saja seperti ini. Ia memonyongkan
mulutnya.
Mama melirik.
“Natalie!” Mama menyebut nama panjangnya.
Buru-buru Nat menarik mulutnya ke posisi sebenarnya.
Hhh, makin panjang saja deret keluh Nat tentang kepindahan
mereka ke kota itu...
Mama menepati janji. Sampai rumah, sambil makan siang, Mama
mendengarkan keluh kesah Nat.
Ilustrasi: Bondhan |
“Tidak usah pindah sekolah, Nat,” kata Mama. “Kamu sudah
tahu, kan, mengapa Papa dan Mama memilih sekolah itu untukmu.”
“Iya, sekolahnya bermutu, tak jauh dari rumah. Tapi
kampungan,” jawab Nata asal
.
Mama tersenyum mendengar jawaban Nat.
“Sebenarnya, ada secret-nya
untuk mendapatkan teman,” kata Mama sambil lalu.
Sepasang alis Nata terangkat mendengar kata secret. Rahasia.
Belakangan ini, Nat senang sekali belajar bahasa Inggris. Kak Muti, sepupunya,
mendapat beasiswa kuliah di luar negeri. Wow, Kak Muti cas cis cus kalau
bicara! Nat jadi benar-benar ingin seperti sepupunya itu.
“Bagi ke, Nat, dong, Ma, secret-nya.”
Hari masih pagi, ketika Nat sampai di sekolah. Sekolah sepi.
Baru dia sendiri yang datang. Damai rasanya. Nat duduk di bawah pohon, di depan
kelas, memperhatikan halaman sekolah yang lapang.
Anak-anak lain lalu mulai berdatangan.
“Kamu piket?” tanya Ami heran, melihat Nat yang sudah
datang.
Nat menggeleng tanpa suara. Ia ingat pandangan tak bersahabat
Ami kemarin. Namun tiba-tiba ia ingat kata secret.
Buru-buru ia tersenyum manis pada Ami.
Ilustrasi: Bondhan |
Melihat senyum Nat, Ami berkata,” Aku piket dulu, ya. nanti
kutemani mengobrol.”
Aha, Nat terperangah senang!
Ketika Nuri datang dan melihatnya, Nat cepat-cepat
tersenyum.
“Kamu pagi sekali. Kukira tak bisa bangun pagi,” sapa Nuri.
“Bisa, dong,” Nat tertawa.
Diam-diam Nat malu. Memang ini pertama kalinya ia bangun
pagi. Hari ini sungguh ajaib. Teman-temannya menjadi ramah. Padahal kemarin
mereka seperti menganggap dia tidak ada.
Saat dijemput Mama siang itu, wajah Nat berseri.
“Aku senang Mama sekolahkan aku di sini. Temanku baik-baik.
Terima kasih secret-nya, Ma.”
Hm, apa ya secret-nya!?
Tak kenal maka tak sayang.
Teman-teman baru, yang belum mengenal Nat, pasti mengira dia
anak yang manja, pilih-pilih, sombong. Itu karena dia anak tunggal, kaya,
pindahan dari kota besar. Mama ajarkan di the
power of smile. Kekuatan tersenyum. Itulah secret dari Mama.
Ilustrasi: Bondhan |
(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII. 10
September 2009. Hal. 30-31)
0 komentar:
Posting Komentar