10 September 2016

Misteri Hilangnya Jam Tangan Dokter Ho


Misteri Hilangnya Jam Tangan Dokter Ho

By: Sevira Eliza


Jam tangan dokter Ho hilang. Dokter Ho adalah dokter keturunan Tionghoa yang ramah. Para tetangga biasa berobat padanya. Dokter Ho selalu memeriksa nadi pergelangan tangan pasiennya. Ia menghitung detak jantung pasien di dalam hati, sambil melihat jam tangan kesayangannya.    
Ilustrasi: Bondhan

Sayangnya, sudah seminggu ini jam tangan itu hilang. Jam antik itu warisan dari kakek buyutnya. Terbuat dari emas putih dan tidak perlu menggunakan baterai. Bentuknya bundar dengan ukiran naga yang indah sekali.

Dokter Ho sudah membongkar laci meja prakteknya, mengeluarkan buku-buku dari lemari kacanya, untuk mencari jam itu. Bahkan ia meminta istri dan pembantunya untuk ikut mencari. Namun jam itu seperti hilang ditelan bumi.

Cucu dokter Ho, Ali Ho, menceritakan masalah ini pada abangku. Koko Ali sudah kelas 3 SMP, satu sekolah dengan abangku.

Abangku, Bang Hasyieb, memang terkenal sebagai detektif sekolah. Ia disegani di sekolah sejak berhasil menemukan Nakula-Sadewa yang hilang. Mereka adalah dua ekor kura-kura mini yang ada di laboratorium Biologi. Kasus kura-kura ini cukup heboh, karena keduanya adalah sumbangan Bapak Bupati.

Ternyata kedua kura-kura itu lolos dari akuarium. Selama dua hari mereka terjebak di saluran air washtafel yang lubangnya tak tertutup. Pantas saja, menurut Pak Mori, penjaga sekolah kami, setiap malam terdengar suara-suara aneh menggema di laboratorium. Sempat muncul isu, ada hantu di laboratorium sekolah.

Kembali pada kasus hilangnya jam tangan dokter Ho...

Selepas sholat Ashar, abangku meminta ijin pada Ibu untuk berkunjung ke rumah dokter Ho. Jaraknya hanya tiga blok dari rumah kami.
Ilustrasi: Bondhan

Koko Ali menyambut kami dengan bergembira. Ia lalu mengajak kami menemui kakeknya, yaitu dokter Ho. Tak lama kemudian, kami bertiga sudah duduk manis, mendengarkan cerita dokter Ho. Menurut dokter Ho, ia merasa kehilangan jam itu saat menerima pasien di hari Rabu sore. Ketika akan memeriksa nadi pasien, ternyata jam tangannya tidak ada di pergelangan tangannya. Dokter Ho terpaksa memeriksa nadi sambil melihat jam meja. Setelah tidak ada pasien lagi, dokter Ho kembali mencari jam tangannya. Semula ia mengira jam itu tertinggal di washtafel, namun ternyata tidak ada. Ia, istri dan pembantunya lalu sibuk mencari. Namun tetap tak menemukan jam itu.

“Apa kegiatan dokter sebelum menerima pasien hari itu?” tanya Bang Hasyieb.

“Saya minum teh hijau di teras rumah sambil makan camilan. Itu biasa saya lakukan sebelum jam 4 sore,” jawab dokter Ho. “Kemudian, datanglah Prof. Ridho, kenalan lama saya. Ia ilmuwan terkenal, peneliti tanaman obat. Dua puluh tahun lalu, kami sempat membuat karya ilmiah mengenai tanaman obat asli Indonesia,” cerita dokter Ho.

Prof. Ridho ternyata ingin meminjam karya ilmiah itu untuk penelitian terbarunya. Kebetulan dokter Ho masih menyimpannya. Sebagai tanda terimakasih, Prof. Ridho memberika dokter Ho pena emas. Pena itu didapat Prof. Ridho sebagai penghargaan atas penelitiannya mengenai kandungan kunyit sebagai obat sakit perut.

Dokter Ho lalu menyimpan pena itu di brankas, di kamar bacanya. Brankas itu memiliki tombol yang dapat diputar. Hanya pemilik brankas yang mengetahui kode-kode nomor di tombol tersebut untuk membuka brankas.

“Apakah Dokter pernah membuka brankas itu, sejak menyimpan pena?” tanya abangku. Dokter Ho menggeleng lesu.

“Kalau dokter tidak keberatan, bolehkah saya melihat brankas tersebut?” tanya Bang Hasyieb sopan. Dokter Ho pun mengajak kami ke ruang bacanya.

“Dari dulu saya ingin sekali memakai stetoskop. Bolehkah saya pinjam stetoskop Dokter?” Bang Hasyieb memasangkan stetoskop itu ke telinganya, kemudian meletakkan sungkupnya di dadanya sendiri. “Hmm, semoga bisa untuk mendengar detak jam juga...” katanya lagi sambil tersenyum geli, lalu memindahkan sungkup stetoskop itu ke pintu brankas.

Dokter Ho tiba-tiba menyerngit.

“Astaga...” gumamnya seperti menyadari seseuatu.

Aku dan Koko Ali juga mendelik, baru mengerti. Bang Hasyieb cuma mengangguk dan tersenyum. Dokter Ho buru-buru membuka brankasnya.

Sesaat kemudian, sebuah jam tangan antik, yang telah dicari dimana-mana itu, berada dalam genggaman dokter Ho.
Ilustrasi: Bondhan

“Mungkin tali jam itu sudah mulai longgar. Jadi, saat Dokter menaruh pena emas, jam itu ikut tersimpan juga,” ujar Bang Hasyieb sambil menyerahkan stetoskop dokter Ho.

Dokter Ho tersenyum bahagia.

(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII. 10 September 2009. Hal 18-19)

0 komentar:

Posting Komentar