“Pergi dulu, Paman. Aku mau main
kelereng bareng teman-teman,” kata Husin. “Tunggu dulu, Sin!” seru Paman Kikuk.
Dia lempar koran di tangannya dan bergegas mengejar Husin. “Aku ikut,” ujar
Paman Kikuk.
“Paman mau ikut main kelereng?” tanya
Husin keheranan. “Kenapa? Enggak boleh, ya? Kamu takut kalah?” ledek Paman
Kikuk. “Waktu seumuran kamu, pamanmu ini memang terkenal jago main kelereng.”
“Teman-teman, pamanku mau ikut main
bareng kita, boleh?” Teman-teman Husin tidak keberatan. Paman Kikuk kemudian
membeli kelereng dari mereka dan mulai ikut bermain.
Mereka bermain kepala ular. Kelereng
dijajar membentuk busur di dalam bidang yang digambar seperti bentuk tanda baca
koma. Ini sangkar ularnya.
“Itu kepala ularnya, Paman. Siapa yang
bisa mengeluarkan kelereng di ujung itu, dia dapat mengambil semua kelereng.
Kalau kena yang ekornya, dia hanya ambik bagian itu,” jelas Husin pada Paman
Kikuk.
Berkali-kali membidik, kelereng Paman
Kikuk tak berhasil mengenai satu pun kelereng dalam sangkar ular. Sebaliknya,
Husin dan teman-temannya bergantian berhasil menang.
Paman Kikuk berkali-kali harus beli
kelereng karena kelerengnya habis melulu. Akhirnya, kesabarannya habis.
“Sudah-sudah, cukup! Sini, aku beli kelereng kalian semua,” paksa Paman Kikuk.
“Nah, sekarang aku pemenangnya. Aku mau
pulang,” ujar Paman Kikuk sambil ngeloyor pergi. “Lo, gimana, sih, Paman?”
protes Husin. “Yaaah, enggak asyik, nih, Paman Kikuk,” keluh teman-teman Husin.
(Joko)
(Sumber: Bobo Edisi 35. Tahun XXXVIII.
9 Desember 2010. Hal. 24-25)
Ilustrasi: Sabariman R.
0 komentar:
Posting Komentar