Yang Tak Diundang
By: Boyke Abdillah
Mama mendapat
Alia tengah melamun di kamar. Wajahnya kelihatan sedih. Padahal biasanya setiap
pulang sekolah, Alia langsung mengganti pakaian dan makan siang tanpa perlu
diingatkan.
“Alia, kenapa murung begitu? Kamu sakit?” Mama menyentuh
kening Alia. Alia berusaha tersenyum saat menyadari kehadiran Mama.
“Ah, tidak ada apa-apa, Ma,” jawab Alia
singkat.
Mama menarik napas panjang. Kemudian
berkata lagi.
“Alia, wajahmu tak bisa berbohong. Sekarang
ceritakan, apa kamu punya masalah di sekolah tadi?”
Alia tak langsung menjawab. Ia bimbang
mengatakan yang sebenarnya. Tetapi, apa salahnya kalau ia cerita?
“Mama tahu Regi, teman sebangkuku, kan?
Tiga hari lagi ia merayakan ulang tahun. Semua anak di kelasku diundang. Tapi
aku tidak,” ujar Alia sedih.
“Kenapa kamu tidak diundang?”
“Justru itu, Alia tidak tahu. Mungkin dia
masih marah karena Alia mendapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris. Regi,
kan, anak yang paling jago bahasa Inggris di kelas.”
“Mama lihat, Regi anak yang baik. Masa cuma
gara-gara itu kamu tak diundang? Bisa jadi dia lupa. Kamu enggak coba bertanya
padanya?”
“Buat apa? Enggak diundang, kok, malah
nanya? Aku enggak mau!” cetus Alia dengan suara meninggi. Mama membelai rambut
Alia.
“Ya sudah. Tak usah dimasukkan ke dalam
hati. Berbesar hati saja kalau memang tak diundang. Sekarang kamu ganti baju
dulu, terus makan. Mama sudah siapkan menu kesukaanmu,” ujar Mama akhirnya.
Wajah Alia masih memberengut. Tetapi, ia
turuti saja nasehat Mama dan beranjak dari tempat tidur. Terasa perutnya
semakin keroncongan.
Hari ini Regi kelihatan sibuk dengan
persiapan pesta ulang tahunnya. Dia mengingatkan teman-teman agar datang.
Dengar-dengar, pestanya pun diselenggarakan oleh jasa event organizer.
Maksudnya, dikerjakan oleh sekelompok orang yang ahli dalam membuat acara.
Anak-anak semakin penasaran. Seperti apa, sih, acaranya nanti?
Ilustrasi: Agus |
Regi memang anak orang kaya. Semua anak
senang bergaul dengannya. Ia sering membagi-bagikan makanan, permen, cokelat,
atau buku-buku cerita pada teman-teman. Prestasinya pun pantas diacungi jempol.
Ia selalu juara kelas.
Alia hanya mendengarkan kehebohan
teman-temannya tanpa semangat. Hati kecilnya bertanya-tanya. Benarkah Regi tak
mengundangnya hanya karena Alia mendapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris
tempo hari? Alia masih ingat ekspresi kekecewaan di wajah Regi saat ia hanya
mendapat nilai 83. Waktu mengetahui Alia dapat nilai 100, raut tak senang jelas
terpancar di wajahnya. Alia tak menyangka kalau Regi tak sebaik yang ia kenal.
Malam itu, Alia duduk gelisah di depan TV.
Tak satu pun acara di TV menarik perhatiannya. Sebentar-sebentar, saluran TV
dipindahkannya dengan menggunakan remote. Mama yang dari tadi
memperhatikan, datang menghampiri.
“Kamu masih memikirkan ulang tahun Regi,
ya?”
“Ah,
kenapa mesti dipikirin?” ujar Alia asal saja.
Alia bangkit dan beranjak menuju kamar. Ia
tak ingin Mama membahas itu lagi. Semakin membuat Alia bersedih. Dari tadi,
pikirannya terus melayang membayangkan suasana pesta di rumah Regi. Tadi siang
di sekolah, mereka sudah janjian untuk datang sama-sama.
Di kamar, Alia memandangi kado yang telah
ia siapkan seminggu lalu. Alia menyorongkan kepalanya di balik bantal, mencoba
menghilangkan rasa sedih di hatinya. Tak lama, akhirnya ia pun tertidur.
Ilustrasi: Agus |
“Alia, ada yang datang, nih,” suara Mama
memanggil. Alia tersentak. Ia mengucek-ucek matanya dan berjalan menuju pintu.
“Siapa?”
“Lihat saja sendiri.” Mama pun berlalu.
Alia penasaran, bergegas ke ruang tamu. Di
sana, ia melihat Regi. Masih memakai baju pesta. Cantik sekali. Tetapi raut
khawatir tampak dari wajahnya.
“Alia, kamu sakit? Sedih melihatmu tak
datang ke acaraku.”
Alia memandang Regi dengan tatapan tak
mengerti. Sejenak ia merasa bingung dengan ucapan Regi itu. Lama baru ia
menjawab.
“Maaf, Regi, aku... aku, kan, tak
diundang.”
“Tak mungkin! Semuanya aku undang, kok.
Apalagi, kamu, kan, teman sebangku aku.”
“Aku pikir, kamu masih marah padaku karena
aku dapat nilai tertinggi ulangan bahasa Inggris tempo hari. Makanya aku tak
diundang,” ujar Alia.
Mendengar ucapan itu, Regi terlihat kaget.
“Alia, masa aku marah karena itu? Aku cuma
kecewa tidak bisa konsentrasi waktu belajar. Waktu itu, aku terlalu memikirkan
acara ultaku ini,” jawab Regi. “Maafkan aku ya, Alia. Mungkin aku yang lupa
memeriksa semua undangan. Ini aku bawakan sesuatu untukmu.”
Dengan tulus, Regi menyerahkan bingkisan
ulang tahun dan kue-kue pada Alia. Raut muka Alia pun berubah jadi sedikit
malu.
“Justru aku yang minta maaf karena telah
berburuk sangka,” Alia merangkul teman sebangkunya itu. “O ya, aku telah
menyiapkan kado untukmu. Tunggu sebentar, ya.” Alia berlari ke kamarnya.
Di luar, Mama, Papa, dan supir Regi
tersenyum melihat tingkah keduanya.
(Sumber: Bobo Edisi 32. Tahun XXXVIII. 18 November 2010. Hal. 26-27)
0 komentar:
Posting Komentar