12 Juni 2015

Lucky Girl

Lucky Girl

By: Eva Riyanti Lubis

Namaku Lucky Lubis. Singkat jelas dan padat bukan? Aku juga terkadang dongkol dengan namaku ini. Pertama, nama Lucky biasanya dipakai oleh laki-laki. So, I am a girl! Kedua, tidak ada embel-embel lain di belakang nama Lucky. So simple bukan? Kalau Lubis, itu margaku. Ayah keturunan Batak Mandailing yang sedari remaja sudah merantau ke Jakarta. Sedang Ibuku asli Betawi. Dalam Batak, anak akan mewarisi marga ayahnya. So, inilah namaku sekarang.

Sempat kesal karena kebanyakan orang yang belum pernah mengenali wajahku pasti merasa kalau aku ini laki-laki. Huft. Dasar ayah dan ibuku pelitnya minta ampun ngasih nama. Entah dapat wangsit apa mereka dulu pas menamaiku.

“Pa, Ma, Lucky ganti nama dong,” ucapku suatu kali ketika kami tengah makan malam. Mereka berdua menatapku sambil menyerngitkan kening.

“Lucky sering diejek di sekolah. Capek tau, Ma.” Aku menatap mereka penuh harap.

Please ya, Ma, Pa. Kita potong kambing buat ganti nama Lucky. Mau ya?” kupasang muka memelas.

“Tidaaaaaaaaaak!!!” jawab mereka serentak. Gila, ini orang tua kompak banget ngucapinnya. Mana suaranya kencang.

“Jangan teriak-teriak dong. Kalau Papa nggak masalah. Wajar orang Batak. Nah, ini Mama ikut-ikutan juga. Kuping Lucky sakit tau!” aku ngendumel. Tapi mereka tidak menggubrisku sama sekali. Aku menatap mereka bete kemudian beranjak untuk berdiri dan meninggalkan mereka untuk menuju kamar. Tempat setia yang selalu menampung keluh kesahku. Tanpa kusadari mereka sebenarnya terkikik dengn tingkah lakuku tadi.

***

Aku berjalan menuju ruang kelasku yang terletak paling sudut di sekolah ini. Dan seperti biasa, mereka selalu tidak pernah bosan mengatakan kalimat itu-itu saja. Bikin mata dan otakku gerah. Grrrrhhh....

“Lucky.... Lucky.... Foto bareng yuk!” ini suara si Mey Mey. Ratu gossip SMA Merah Putih.

“Lucky sayang, udah sarapan belom? Cinta masak rendang kesukaanmu lho,” cewek manis itu mengerlingkan matanya ke arahku. Uhh.... Ini kakak kelasku yang erornya minta ampun. Emang dia pikir aku lesbong apa?

“Lucky, aku daftar jadi asistenmu dong. Ngelap keringat juga nggak apa-apa. Boleh ya?”

“Malam Minggu nanti jalan bareng Dina ya, Ky....”

“Ky, nanti temani aku ke mall dong. Aku traktir apa aja yang kau mau.”

Aku menatap mereka satu persatu dengan tatapan tajam. “Kalian ribut banget sih! Nyebelin! Pagi-pagi udah buat moodku anjlok. Minggir semua!”

Kalimatku berhasil membuat mereka menjauh dari hadapanku dan akhirnya aku bisa dengan leluasa melangkah ke dalam kelas.

Icha, teman sebangku sekaligus sahabatku sudah menunjukkan senyum simpul ke arahku.

“Kenapa senyum-senyum? Senang ngeliat aku menderita?” Aku menatap gadis gembul itu dengan tampang kesal.

“Salah sendiri. Harusnya kita barengan tadi datangnya. Kan bisa kuhajar mereka,” ucapnya dengan semangat empat lima.

Sorry, tadi agak telat bangun.”

“Ya, rasain tuh akibatnya. Hehe....” Dia terkikik menatap wajahku yang setengah ditekuk.

Oh ya, aku seorang vokalis band remaja yang sedang naik daun di Jakarta. Kala itu nggak sengaja aku sering ngunggah video nyanyiku di you tube. Dan ini nih akibatnya. Banyak cewek yang selalu datang menyerbuku. Yapz, cewek! Karena dandananku tak jauh beda dengan cowok. Aku kurus, tinggi, dan dada agak rata. Sebenarnya sedikit menyedihkan. But, it’s me! Ditambah lagi dengan namaku yang beraroma cowok. Komplit deh! Sebagian fansku malah tak percaya kalau sebenarnya aku ini cewek. Meski rambutku panjang lho. Uh....

Kalau begini terus kapan aku punya cowok? Kapan aku bisa beruntung seberuntung namaku?” jeritku dalam hati.

***

“Lucky, kamu sudah siap dengan lagu barumu?” tanya Pak Chogah. Manager band kami.

Aku mengangguk. Ini kali pertama aku menyanyikan lagu sendu, malah ciptaanku sendiri. Sebelumnya aku selalu membawakan lagu yang temponya sangat cepat.

Balai Sarbini dipadati penonton. Yap, kali ini kami sedang launching album kedua kami yang berjudul “Lucky Girl”. Hampir keseluruhan lagunya mengisahkan tentang wanita.

Everytime I try to fly I fall
Without my wings
I feel so small
I guess I need you baby
And everytime I see
Your in my dreams
I see your face
Its haunting me
I guess I need you baby

Seluruh penonton turut bernyanyi bersamaku. Dan beberapa di antara mereka meluruhkan air mata karena laguku ini. Inilah saat-saat mendebarkan yang kurasakan tatkala aku menyanyi di depan banyak orang. Sebab terkadang aku masih takut apa laguku tersampaikan kepada mereka.

***

“Sukses! Kalian hebat,” Pak Chogah menyalami kami setelah selesai melakukan pertunjukkan di atas panggung.

“Kamu luar biasa, Lucky. Sempurna!” Pak Chogah sumringah saat menyalamiku.

“Bapak berlebihan,” ucapku pendek.

“Oh ya, ada kejutan buatmu. Kamu diajak kerja sama dengan Daniel Alfian. Cowok remaja yang usianya sama denganmu dan dia juga terkenal lewat you tube. Asal Prancis itu.

Lho. Kamu pasti sudah tau itu. Pokoknya persiapkan dirimu. Lusa kalian bertemu di studio rekaman kita.”

Aku melongo. Daniel Alfian, cowok yang akhir-akhir ini menjadi pencarian nomor satu di dunia maya hendak bekerja sama denganku? Mimpi apa aku semalam? Dengar-dengar tak lama lagi dia akan terkenal seperti Justin Bieber. Suaranya yang merdu juga disebut sebagai suara malaikat. Padahal tak seorang pun tahu suara malaikat itu seperti apa. Hehehe....

***

 “Lucky, Daniel Alfian akan datang ke Jakarta. Please minta tanda tangannya sama aku. Please! Icha memandangiku penuh harap.”

“Ih, biasa aja kali. Emang apa spesialnya dia? Gantengan juga Justin,” jawabku seketika membuat gadis gembul itu mewek.

“Iya, iya. Nanti aku mintain tanda tangannya. Sekalian fotonya bila perlu. Lagian udah punya cowok kok masih idolain cowok lain sih?” tanyaku ngendumel.

“Cemburu ya?” Icha akhirnya kembali kesifat asalnya. Tawa renyahnya mulai tampak dan kini ia sedang menertawakanku.

“Makanya cari cowok dong, Ky.” Katanya sembari kembali terkikik.

Uhhh.... Dasar Icha! Dia nggak tahu apa nggak nyadari sih kalau aku sebenarnya lebih tampan dari cowok?

***

My name is Daniel,” cowok itu menyalamiku.

Omaigot. Dia jauh lebih tampan dari perkiraanku. Aura kharismatiknya juga keluar. Membuatku sedikit menciut berada di sampingnya.

Dia pun mengatakan kalau ia ingin bernyanyi bersama denganku. Lebih tepatnya duet. Katanya dia sudah mengetahui suaraku sebelum aku benar-benar terjun di dunia entartainment.

“Kenapa harus aku? Banyak yang suaranya lebih bagus dariku di luar sana.” Tanyaku saat tinggal kami berdua yang ada di ruangan itu.

Dia tersenyum tipis. Namun menurutku sangat manis.

I like you,” ucapnya kemudian yang akhirnya berhasil membuat tampangku melongo setengah mati.

You’re face is so funny, Lucky,” katanya masih dengan senyum mengembang di sudur bibirnya yang tipis.

“Ih, kamu nyebelin deh! Udah-udah, jangan ngomong itu lagi.”

***

Malam itu Daniel Alfian membuka konsernya dengan sangat fantastis. Karena aku akan menjadi rekan duetnya, maka aku bebas masuk ke ruangan itu tanpa membayar tiket. Malah dapat kelas VIP.

“Selamat malam Indonesia,” ucapnya fasih. Beberapa orang memandangnya takjub. Pun demikian dengan aku.

I must say something to you. I love an Indonesian girl. Because her, I can stand up in front of you. She is my star. Aku pertama kali bernyanyi setelah mendengar suaranya di you tube. After that, aku mencari tahu keberadaannya. I also study Indonesian language. And now, I find her. Lucky, I love you more than you know.

Tepuk tangan membahana. Sorot lampu seketika menyapaku sedang yang lainnya menjadi gelap. Aku seketika berdiri. Kaku. Dan cowok tampan itu kian berjalan mendekatiku.

I love you whatever you are. Aku mencintaimu karena dirimu. Believe me, please!” tak ada kebohongan tampak di mata birunya. Dan dia telah berhasil membuatku menganggukkan kepala. Dan kemudian kami berpelukan di antara tepuk tangan riuh penonton.

***

“Lucky, setelah Mama pikirkan, memang seharusnya namamu diubah. Luna atau Cintya sepertinya bagus. Bagaimana, Pa?”

“Boleh, Papa setuju. Lucky memang terkesan maskulin.”

“Tidaaaaaaaaaaaaaaak!!!” aku berteriak dan sekatika mereka menutup kedua kupingnya.

“Jangan teriak-teriak dong, Lucky!” omel Mama.

“Turunan Papa, nggak apa-apa.” Ujar Papa yang seketika melanjutkan suapan ke mulutnya.

“Tak seorang pun yang boleh ganti nama Lucky. Titik!” mereka berdua terkikik.

“Aih, pasti karena si ganteng Daniel. Kapan dia ke sini lagi? Mama kengen lho sama calon menantu.”

“Ih Mama lebay. Papa juga ketawa terus. Uh!” aku melangkahkan kaki menuju kamar.

***

(Sumber: majalah mingguan Gaul edisi 23 tahun XI . 11– 17 Juni 2012 . Hal 30)

0 komentar:

Posting Komentar