24 September 2014

Masih Ada Kesempatan

Masih Ada Kesempatan


By: Penny Maharany 


Ilustrasi: Yan B
        Bu Ussi mengirim Niken mengikuti lomba vokal. Nila dipilh mengikuti Olimpiade IPA. Sementara Wikan mengikuti Olimpiade Matematika. Sahabat-sahabatnya memang pandai. Alma menghela napas panjang. Sesungguhnya, Alma sangat ingin mempunyai prestasi seperti sahabat-sahabatnya.
Alma termenung di depan teras rumahnya. Ia berpikir apa yang dapat dilakukannya untuk keluarga dan sekolahnya. Ia ingin mejadi kebanggaan Bu Ussi, teman-teman dan mamanya.

“Mikir apa sih, Al? Ada masalah?” tegur Mama sambil meletakkan sepiring pisang goreng di hadapan Alma.

Dengan sedih, Alma menceritakan keinginannya.

“Kenapa tidak Alma tanyakan saja pada Bu Ussi? Pasti ada alasannya, Bu Ussi memilih teman-temanmu. Setiap orang kan, punya kelebihan masing-masing. Mama yakin, Alma juga punya kelebihan. Dan yang penting, Alma harus jaga kesehatan,” Mama menjentik hidung Alma.

Esok harinya, di sekolah, Alma mendekati Diana. Ia komandan peleton baris berbaris di sekolah.

“Di, aku ikut, dong, lomba baris berbaris,” rayu Alma.

“Jangan Al, lombanya berat, lo! Nanti asmamu ambuh,” kata Diana sambil meminta maaf pada Alma. Alma sedih mendengarnya.

Ilustrasi: Yan B
Asma Alma memang sering kambuh. Hari Sabtu lalu, ia memaksakan diri berlari mengelilingi lapangan. Alma ingin bisa mewakili kelasnya dalam lomba lari antar kelas. Namun akhirnya... ngik .. ngik ..Alma gemetar bersandar di pagar sekolahnya. Pak Yasin bergegas membawa Alma ke ruang UKS.

Waktu itu, Bu Ussi segera memberi obat pada Alma. Juga berpesan, agar Alma tidak memaksakan diri. Alma sangat sedih memikirkan tubuhnya yang begitu lemah. Ia mengerti, semua orang peduli padanya. Namun, ia tidak ingin dianggap lemah. Ia tidak ingin penyakitnya menjadi halangan untuk maju. Alma ingin membuktikan bahwa ia juga mampu.

Suatu hari, Bu Ussi mengumumkan siswa yang akan tampil mengikuti Pesta Besar Siaga kali ini. Alma kecewa karena ia tidak terpilih. Alma menuangkan kekesalannya saat membuat tugas menulis puisi. Goresan penanya di kertas mengungkapkan perasaannya. Alma tidak sadar apa saja yang telah ditulisnya. Saat bel berbunyi, Alma mengumpulkan tugasnya di meja Bu Ussi.

“Puisimu bagus sekali, Al!” puji Bu Ussi keesokan harinya, saat membagikan kertas tugas yang sudah dinilai.

“Dapat berapa, Al?” tanya Desi yang duduk di sebelahnya.

“Sembilan puluh,” jawab Alma takjub memandangi puisinya.

“Wah ... hebat kamu, Al!” seru Niken, Nila dan Wikan bersamaan.

“Coba tulis puisi yang lain. Kirim ke majalah sekolah kita,” saran Bu Ussi pada Alma.

Alma mengangguk gembira. Ia tak sabar ingin menceritakan pengalamannya pada mama.

Beberapa minggu kemudian, Alma, Wikan, dan Niken berjalan memasuki perpustakaan. Nila tiba-tiba menarik tangan Alma.

“Al..., coba lihat ini!” tegur Niken, menunjuk salah satu artikel di majalah dinding tepat di depan perpustakaan.

Alma tak mempercayai apa yang dilihatnya. Itu puisi yang dikirimnya beberapa minggu lalu. Secercah Harapan! Alma sangat gembira dan menceritakan hal itu pada Bu Ussi.
Ilustrasi: Yan

“Prestasi bukan hanya bagi mereka yang pandai atau berbakat di bidang olahraga. Kamu sudah membuktikan bahwa dirimu berprestasi. Puisi-puisimu itu, adalah karya yang membanggakan,” puji Bu Ussi.

Dua minggu kemudian, puisi Alma kembali dimuat. Kali ini majalah Kuntum, majalah bulanan sekolahnya. Bu Ussi memanggil Alma.

“Tulisanmu bagus. Puisimu banyak menghiasi mading dan majalah kita. Ibu ingin kamu mengikuti lomba membaca puisi pada perayaan Hari Kartini minggu depan.”

“Tapi saya belum pernah melakukannya, Bu!”

“Tunjukkan kemampuanmu. Masih ada kesempatan, Alma!”

Setiba di rumah, Alma menceritakan tawaran Bu Ussi pada mamanya.

“Betul, Al! Jangan berkata tidak bisa, sebelum mencoba. Kesempatan sudah di depan mata. Tunjukkan pada setiap orang, bahwa Alma pantas dibanggakan,” ujar Mama memberi semangat.

Betul, masih ada kesempatan! Selalu ada harapan, seperti puisi yang pernah ditulisnya. Secercah Harapan! Alma tersenyum penuh keyakinan dan harapan.

(Sumber: Majalah Bobo edisi 24 tahun XXXVIII 23 September 2010 hal. 10-11)



0 komentar:

Posting Komentar