Perang Bola Salju
By: Maria Wiedyaningsih
Chrisna sudah menerima Mama sebagai
calon mama barunya. Apakah sekarang saatnya Li-El menerima Oom Gi sebagai calon
papanya? Li-El sibuk memikirkannya, saat bermobil bersama Oom Gi hari Minggu
ini. Soalnya, sikap pendiam Oom Gi makin membuatnya cemas.
Betapa
leganya Li-El, akhirnya tiba dirumah Yuna. Namun rasa leganya hilang saat harus
mendongeng. Kalau Yuna dan teman-temannya tidak suka dongengnya, pesta ultah
Yuna yang keempat ini bisa kacau.
Ilustrasi: Yoan |
Sepertinya
rasa kurang pede Li-El benar-benar berpengaruh. Teman-teman Yuna tidak tertarik
pada cerita Li-El tentang petualangan beruang kecil.
“Beruang
kecil bertanya pada katak...”
Tiba-tiba,
salah satu teman Yuna menangis. Yang lainnya langsung ribut. Li-El terdiam
bingung.
Ilustrasi: Yoan |
“Hai,
Beruang kecil!” ujar Oom Gi dengan suara serak.
Li-El
tertegun saat Oom Gi mengambil boneka katak Li-El. Semua anak langsung
memperhatikan. Li-El tahu, Oom Gi sedang membantunya mendongeng bersama.
Tentu, Oom
Gi tidak sepandai Li-El. Apalagi Oom Gi hanya mengira-ngira ceritanya. Namun,
justru karena kadang tidak nyambung, dongeng mereka menjadi lebih seru.
“Terima
kasih, Oom,” bisik LI-El terharu saat semua bertepuk tangan.
Sayang,
kekompakan Li-El dan Oom Gi kembali menghilang di mobil. Lagi-lagi mereka
terjebak suasana canggung. Apa, ya, yang bisa membuat Li-El dan Oom Gi makin
akrab? Ah, tiba-tiba Li-El bisa menebak apa yang akan dilakukan Mama.
“Mungkin
Oom Gi perlu senam,” celetuk Li-El tiba-tiba.
Senam? Oom
Gi bingung, tidak mengerti maksud Li-El. Ia semakin bingung saat Li-El
mengajaknya ke Dufan, ke wahana Halilintar. Saat akan naik Halilintar, Li-El
tersenyum sok berahasia.
Anehnya,
ketika turun dari Halilintar, wajah Li-El tampak kecewa. “Kalau tadi Oom berteriak-teriak,
pasti asyik sekali,” Li-El setengah protes. Oom Gi memang hanya
tersenyum-senyum saat diputar-putar Halilintar.
“Oh, jadi
maksud kamu tadi, Om perlu senam muka, ya?” ujar Oom Gi, sekaligus heran.
Di mobil
Li-El masih kecewa. Rencananya bergembira bersama Oom Gi gagal. Kelihatannya
Oom Gi merasa bersalah. Namun wajahnya berubah cerah saat melihat seorang
penjual mainan. Li-El terheran-heran saat Oom Gi memborong bola-bola plastik
seukuran bola tenis.
Setiba di
rumah Li-El, Oom Gi membagi bola-bola itu ke dalam dua baskom. Ia lalu
memasukkan air dan tepung ke dalam baskom.
“Oom Gi mau
bikin bola goreng?” ujar Li-El, garuk-garuk kepala.
Oom Gi
hanya tertawa. Rupanya ingin seperti Li-El yang sok berahasia. Lalu, Oom Gi
mengajak Li-El, Mama dan Deni memakai kacamata renang. Ketiganya berpandangan
bingung saat mengikuti Oom Gi ke halaman belakang.
Mereka
semakin bingung memperhatikan Oom Gi menata empat kursi. Masing-masing
bersejajar dua, terpisah beberapa meter.
“Sekarang,
kita siap perang bola salju!” jelas Oom Gi, tersenyum.
Semua
tertawa. Hi hi ... Oom Gi ada-ada saja! Rupanya bola berbalut tepung dipakai
sebagai gumpalan salju. Kursi-kursi dijadikan tempat berlindung. Kacamata
renang dipakai untuk melindungi mata mereka.
“Ide yang
bagus sekali!” ujar Mama. Tanpa berlama-lama, Mama mengambil satu baskom dan
berlindung di balik kursi. Dengan gembira Li-El menyusulnya, Oom Gi dan Deni
berlindung di balik kursi yang lain.
Kalau
terkena lemparan, sebenarnya sama sekali tidak sakit. Namun, siapa yang mau
terkena adonan tepung? Jadi, tentu saja semua sibuk menghindar. Juga bersorak
kegirangan saat lemparannya mengenai sasaran. Benar-benar seru!
“Pasti ini
ide Oom Gi yang paling iseng,” pikir Li-El geli. Sesaat kemudian, dia tertegun.
Barangkali Oom Gi tidak akan pernah lagi punya ide iseng lainnya. Namun, Li-El
tidak lagi keberatan.
Tadi, Oom
Gi berusaha keras menolong Li-El saat kesulitan mendongeng. Pasti Oom Gi akan
berusaha keras menolongnya saat ada kesulitan
lain. Saat Li-El sakit, saat Li-El sedih. Pasti Oom Gi akan melakukan
hal yang sama pada Chrisna, Mama, dan Deni. Saat itu saja, Oom Gi sedang
berusaha membuat mereka semua gembira.
Tiba-tiba
Li-El tahu papa seperti apa yang diinginkannya. Papa yang selalu sayang pada
keluarganya. Tidak apa kalau memang pendiam.
Ilustrasi: Yoan |
“Aduh!”
keluh Li-El.
Pipi Li-El
kena lemparan. Dia terlalu sibuk berpikir Oom Gi sedang senyum-senyum, setengah
geli, setengah bersalah.
“Calon papa
yang baik seharusnya enggak begini. Melempar calon putrinya dengan bola!”
gerutu Li-El dalam hati.
Aduh, Li!
Kalian, kan, sedang perang bola salju!
(Sumber: Bobo Edisi 24.
Tahun XXXVII. 29 September 2009. Hal. 10-11)