18 September 2016

Pung Datang


Ilustrasi: Benny

Di tepi sebuah danau, tumbuh sebatang pohon pepaya. Di dekat pohon pepaya itu, tinggal seekor kelinci putih.

Suatu hari, sebiji pepaya yang sudah matang jatuh ke dalam danau dan menimbulkan bunyi ‘PUNG’ yang besar. Kelinci Putih terkejut mendengar bunyi ‘PUNG’ itu. Ia melihat ke sekeliling danau, namun tidak tampak apa-apa.

“Ah PUNG ini pasti makhluk yang menakutkan,” gumam Kelinci Putih. Ia pun lari ketakutan. Kebetulan Rubah melihatnya.

“Ada apa, Kelinci Putih?” tanya Rubah.

“Celaka!” kata Kelinci Putih terengah-engah. “PUNG sudah datang!”

Melihat Kelinci Putih ketakutan, Rubah mengira ‘PUNG’ adalah makhluk yang menakutkan. Ia pun ikut lari bersama Kelinci Putih. Monyet yang berada di atas pohon, melihat mereka. Monyet segera meloncat turun dan bertanya.

“Celaka! Celaka! PUNG suda datang!” jawab Rubah terbata-bata.

Rubah sudah sering menipu. Namun, saat itu Rubah tampak sangat ketakutan. Pastilah ‘PUNG’ itu memang menakutkan. Batin Monyet. Ia pun ikut lari bersama Kelinci Putih dan Rubah.

Di tengah jalan mereka bertemu dengan Kijang, Beruang, dan Harimau.

“Kenapa kalian berlari seperti ini? Apa yang terjadi?” tanya Harimau.

“Celaka! Celaka! PUNG suda datang!” jawab mereka terengah-engah.

Tanpa bertanya lebih jelas, Kijang, Beruang, dan Harimau pun ikut berlari.

Singa melihat rombongan temannya berlari ketakutan, ia menghadang mereka dan bertanya apa yang terjadi.

“Celaka! Celaka! PUNG suda datang!” jawab mereka berenam terengah-engah.

“Pung? Pung itu, apa? Ada dimana?” tanya Singa pada Harimau.

Harimau menjawab tidak tahu.

Singa bertanya pada Beruang, Kijang, Monyet, dan Rubah. Mereka tidak tahu. akhirnya Kelinci Putih menjawab, “PUNG itu ada di danau dekat rumahku.”

Singa lalu mengajak mereka ke danau. Walau agak takut, Kelinci Putih membawa mereka ke danau dekat rumahnya. Setiba di sana, ada sebuah pepaya yang terjatuh ke danau dan menimbulkan bunyi “PUNG’ yang besar. Mereka akhirnya tahu. itulah “PUNG’ yang menakutkan itu.
Ilustrasi: Benny

“Kalau belum tahu jelas tentang suatu masalah, jangan panik dulu,” kata Singa pada mereka.

Dengan malu, Harimau, Kijang, Beruang, Rubah, dan Monyet meninggalkan tempat itu. Tentu saja setelah terlebih dulu menghadiahkan sebuah jitakan untuk Kelinci Putih.

Diterjemahkan oleh Djoni, dari buku Yue Liang Ma Ma

(Sumber: Bobo Edisi 23. Tahun XXXVII. 17 September 2009. Hal 38-39)

Garis Debu yang Menempel di Baju


Garis Debu yang Menempel Di Baju

oleh Deny Wibisono

Minggu pagi yang cerah. Oka menanti di depan pintu. Hari ini, ketiga temannya, Dimas, Restu, dan Viko akan datang ke rumahnya. Oka dan teman-teman akan mengerjakan PR membuat peta. PR itu tugas IPS yang diberikan Pak Joko, guru kelasnya.

Lima menit kemudian, tiga teman Oka tiba. Oka segera mempersilakan ketiga temannya masuk ke kamarnya. Kamar Oka cukup luas. Karena itu, Oka mengajak mereka mengerjakan PR di kamarnya.

Tak lama kemudian, Mbak Siti mengetuk pintu kamar. Mbak Siti, pembantu keluarga Oka, membawa makanan dan minuman. Ketiga teman Oka langsung tersenyum saat camilan datang. Maklum, perut mereka memang mulai keroncongan.

Oka dan ketiga temannya mengerjakan PR mulai pukul 4 sore. Tak terasa mereka sudah berada di dalam kamar itu sampai pukul setengah enam sore. Hari sudah mulai gelap. Ketiga teman Oka sudah izin pada orang tua masing-masing. Jadi, mereka tidak akan dimarahi meski pulang malam.

Saat mereka sedang menulis nama-nama kota, tiba-tiba, listrik padam. Oka dan ketiga temannya bingung. Untung listrik hanya padam sebentar.
Ilustrasi: Piet O.

Saat listrik menyala kembali, Oka terkejut melihat kartu memori HP di rak lemarinya hilang. Kartu itu memang diletakkan begitu saja di rak. Ia bermaksud memasang kartu itu untuk mendengarkan lagu baru lewat HP-nya. Tapi....

Ada tiga teman di kamarnya saat ini. Kemungkinan salah satu dari mereka yang mengambil kartu memori HP-nya.

Oka mencoba menebak, siapa yang punya HP dengan kartu jenis micro SD seperti miliknya. Ada dua anak yang punya HP dengan kartu memori micro SD.

Oka sebenarnya mau bertanya langsung. Namun, ia khawatir jika teman-temannya itu tersinggung. Oka bingung karena sebentar lagi mereka kan pulang.

Syukurlah! Entah bagaimana, Oka tiba-tiba mendapat ide. Ia mengajak teman-temannya bermain PS2. Menurutnya, ia bisa menunda kepulangan mereka sambil mencari siapa yang mengambil kartunya.

Ketika bermain PS, Oka berharap ada satu anak yang ingin cepat-cepat pulang. Karena anak yang mencuri pasti tidak akan betah berlama-lama. Namun, sampai setngah jam berlalu, harapan Oka sia-sia. Semuanya betah bermain PS2.
Ilustrasi: Piet O.

Oka bingung sekali. Kartu memori itu terlalu kecil. Mudah sekali disembunyikan di saku atau di tempat lain. Oka harus mencari bukti lain yang lebih kuat. Namun bagaimana caranya?

Saat bermain game sepakbola, Oka kalah terus. Padahal, ia jarang kalah sebelumnya. Oka kalah karena konsentrasinya terganggu. Ia terus memikirkan kartu memorinya. Ah, andai saja HP-nya yang hilang, pasti akan berbunyi kalau kutelpon. Pencurinya pun bisa langsung ketahuan, batin Oka. Sayangnya, itu hanya kartu memori HP yang kecil.

“Ka, kita main Tekken, yuk!” ajak Viko yang mulai bosan bermain game  sepakbola karena kalah terus.

Dengan malas, Oka mengambil CD Tekken di rak tempat ia meletakkan kartu HP-nya tadi. Oka sudah lama tidak bermain game itu. Menurutnya, game itu cukup kasar. CD game itu sedikit berdebu. Oka meniup debu yang menempel pada CD Tekken itu. Saat melihat debu beterbangan, tiba-tiba Oka menyadari sesuatu. Oka tersenyum karena berhasil mendapatkan sedikit petunjuk.

Saat akan memasang CD game, Oka melirik pada teman-temannya, ia mendapati sesuatu seperti yang ia harapkan. Setelah yakin, Oka kemudian menceritakan tentang kehilangan memorin HP-nya.

“Teman-teman, kartu memoriku tadi hilang,” kata Oka membuka pembicaraan.“Aku tidak enak menuduh satu di antara kalian. Tapi, ternyata mamang ada salah satu di anatara kalain yang mengambilnya.”

“jadi kamu menuduh kami?” tanya Restu.

“Memang apa buktinya?” sahut Dimas.

“Maaf teman-teman. Tapi bisakah kalian berdiri!”
Ilustrasi: Piet O.

Oka mendekati Restu yang berdiri dengan sikap tenang. Ia mengamati Restu dengan tatapan berbeda.

“Jadi kamu menuduhku, ya?”

“Begini. Aku melihat ada debu yang menggaris pada bajumu. Itu artinya, kamu tadi sempat berdiri di dekat lemari tempat aku meletakkan kartu Micro. Cuma kamu yang ada di dekat kartu Micro SD itu. Lihatlah! Di bajuku sekarang ada debu yang menggaris juga. Garis ini ada setelah aku mengambil CD Tekken di lemari yang sama.”

Restu hanya bisa menunduk. Ia mengakui kehebatan Oka dalam memecahkan kasus ini. Ia minta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. “Suatu saat, aku mungkin bisa memecahkan kasus yang lebih besar!” kata Oka, saat teman-temannya memujinya. “Tapi sekarang, aku harus membersihkan lemariku. Ternyata sudah sangat berdebu!” tambahnya lagi sambil tersenyum.

(Sumber: Bobo Edisi 23. Tahun XXXVII. 17 September 2009. Hal. 26-27)

17 September 2016

Chocolate Shop Frenzy - Free Download Full Version for Games PC

Are you ready to become a chocoholic? Get ready for the fast-paced life of the chocolate business, and help Emma achieve her life long dream to become a chocolate shop owner. Emma just quit her marketing job and she now has to successfully run the chocolate shop for 12 months to pay back the loan. Evil competitors and other special events are not making her job any easier.

Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox

Screenshots

Sumber
: www.bigfishgames.com

11 September 2016

Ruti Siput dan Ciki Ayam


Ruti Siput dan Ciki Ayam

By: Deny Wibisono
        Ruti siput adalah siput yang ramah dan rajin menyapa teman-temannya.

                “Selamat pagi, Ciki!” sapa Ruti pada Ciki Ayam di suatu pagi.  

            Ciki Ayam sangat sombong. Bukannya balas menyapa, ia malah mengejek Ruti.

             “Hei, hewan lamban! Aku penasaran ingin melihat cara kau berlari! Kalau ada banjir, kau pasti yang tenggelam lebih dulu. Hahaha...” ledek Ciki.

           Ruti hanya tersenyum kecil, lalu merayap meninggalkan tempat itu.

             “Tidak baik mengejek sesama makhluk hidup, Ciki,” nasihat Pak Robi Kelinci yang kebetulan ada di situ.

         “Memangnya kenapa? Dia memang lamban, kan?” Ciki Ayam tak peduli.

                “Ciki, semua binatang punya kelebihan dan kekurangan.”

          “Hahaha... memangnya apa kelebihan si Ruti lamban itu? Tidak ada!”

            “Pasti Ruti punya kelebihan. Kau berani bertanding dengannya?” tantang Pak Robi Kelinci.

            “Aku bersedia bertanding apa pun dengan Ruti. Asal jangan adu lari paling lamban saja! Hahaha...” Ciki kembali tertawa mengejek.

            Pak Robi kelinci segera pergi menemui Ruti. Ia lalu menanyakan, apa kelebihan Ruti. Pak Robi ingin agar Ruti bertanding dengan Ciki, agar Ciki berhenti mengejek.

           “Biarkan saja Ciki mengejekku. Nanti juga dia capek sendiri. Aku memang tidak punya kelebihan apa-apa,” jawab Ruti pelan.

            “Ciki perlu diberi pelajaran. Coba pikir baik-baik. Kau pasti punya kelebihan Ruti!” bujuk Pak Robi.

              Ruti terharu mendengar ucapan Pak Robi.

        “Apa, ya, kelebihanku? Aku cuma bisa merayap pelan. Tubuhku selalu dipenuhi lendir. Aku bisa merayap di tanah dan memanjat pohon,” ucap Ruti.

           “Ah, itu dia!” teriak Pak Robi Kelinci dengan senyum mengembang. 

        “Kita tantang Ciki lomba memanjat pohon. Bagaimana menurutmu?”

          Ruti tersenyum setuju. Saat itu juga Pak Robi menemui Ciki. Semula Ciki bingung mendengar tantangan Pak Robi. Namun karena sudah terlanjur berjanji, ia pun terpaksa setuju.

Ilustrasi: Benny
          Semua binatang berkumpul menyaksikan pertandingan memanjat pohon itu. Pak Robi sengaja memilih pohon kelapa. Pohon yang tinggi dan tak bercabang, agar Ciki tidak bisa meloncat.

         Pertandingan pun dimulai. Semua binatang tertawa melihat Ciki yang kebingungan memanjat pohon. Ciki malu sekali karena dikalahkan seekor siput.

              Setelah pertandingan, Ciki meminta maaf pada Ruti. Ciki dan Ruti pun menjadi sahabat baik. Ciki kini sadar, semua makhluk mempunyai kelebihan dan kekurangan. Mulai hari itu ia berjanji untuk menghargai makhluk lain.

(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII. 10 September 2009. Hal 2)

10 September 2016

Nat's Secret


Nat’s Secret

By: L. Heni Susilowati

Di antara teman-teman barunya, Nat tampak sangat berbeda. Cantik, berkulit bersih, dengan seragam dan sepatu yang bagus. Namun ia merasa sendirian. Itu sebabnya, di hari pertama masuk sekolalah, ia tidak merasa gembira.

Di awal pelajaran, Bu Naning sudah memperkenalkan dia. Bu Naning meminta anak-anak menjadi temannya. Namun, Nat hanya punya satu teman. Sandra, teman sebangkunya. Itu pun kalau Nat tahan berteman dengannya.

Sandra bukanlah teman yang menyenangkan. Ia egois dan sombong. Saat istirahat, hanya dia dan Nat yang tidak diajak bermain teman-teman lain.

“Nat mau pindah sekolah saja, Ma. Enggak enak sekolah di situ,” keluh Nat dalam perjalanan pulang ke rumah.

“Hm,” terdengar suara Mama. “Kita bicarakan di rumah saja, ya.”

Nat sudah hafal jawaban Mama. Sejak pindah ke kota ini, Mama benar-benar konsentrasi mengemudi. Menghafal jalan, kata Mama.

Nat tahu, namun tidak mau mengerti. Apa susahnya menyetir sambil bicara. Kan, enak, tidak diam saja seperti ini. Ia memonyongkan mulutnya.

Mama melirik.

“Natalie!” Mama menyebut nama panjangnya.

Buru-buru Nat menarik mulutnya ke posisi sebenarnya.

Hhh, makin panjang saja deret keluh Nat tentang kepindahan mereka ke kota itu...

Mama menepati janji. Sampai rumah, sambil makan siang, Mama mendengarkan keluh kesah Nat. 
Ilustrasi: Bondhan

“Tidak usah pindah sekolah, Nat,” kata Mama. “Kamu sudah tahu, kan, mengapa Papa dan Mama memilih sekolah itu untukmu.”

“Iya, sekolahnya bermutu, tak jauh dari rumah. Tapi kampungan,” jawab Nata asal
.
Mama tersenyum mendengar jawaban Nat.

“Sebenarnya, ada secret-nya untuk mendapatkan teman,” kata Mama sambil lalu.

Sepasang alis Nata terangkat mendengar kata secret. Rahasia. Belakangan ini, Nat senang sekali belajar bahasa Inggris. Kak Muti, sepupunya, mendapat beasiswa kuliah di luar negeri. Wow, Kak Muti cas cis cus kalau bicara! Nat jadi benar-benar ingin seperti sepupunya itu.

“Bagi ke, Nat, dong, Ma, secret-nya.”

Hari masih pagi, ketika Nat sampai di sekolah. Sekolah sepi. Baru dia sendiri yang datang. Damai rasanya. Nat duduk di bawah pohon, di depan kelas, memperhatikan halaman sekolah yang lapang.

Anak-anak lain lalu mulai berdatangan.

“Kamu piket?” tanya Ami heran, melihat Nat yang sudah datang.

Nat menggeleng tanpa suara. Ia ingat pandangan tak bersahabat Ami kemarin. Namun tiba-tiba ia ingat kata secret. Buru-buru ia tersenyum manis pada Ami.
Ilustrasi: Bondhan

Melihat senyum Nat, Ami berkata,” Aku piket dulu, ya. nanti kutemani mengobrol.”

Aha, Nat terperangah senang!

Ketika Nuri datang dan melihatnya, Nat cepat-cepat tersenyum.

“Kamu pagi sekali. Kukira tak bisa bangun pagi,” sapa Nuri.

“Bisa, dong,” Nat tertawa.

Diam-diam Nat malu. Memang ini pertama kalinya ia bangun pagi. Hari ini sungguh ajaib. Teman-temannya menjadi ramah. Padahal kemarin mereka seperti menganggap dia tidak ada.

Saat dijemput Mama siang itu, wajah Nat berseri.

“Aku senang Mama sekolahkan aku di sini. Temanku baik-baik. Terima kasih secret-nya, Ma.”

Hm, apa ya secret-nya!?

Tak kenal maka tak sayang.

Teman-teman baru, yang belum mengenal Nat, pasti mengira dia anak yang manja, pilih-pilih, sombong. Itu karena dia anak tunggal, kaya, pindahan dari kota besar. Mama ajarkan di the power of smile. Kekuatan tersenyum. Itulah secret dari Mama.
Ilustrasi: Bondhan

(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII. 10 September 2009. Hal. 30-31)