10 Desember 2019

Keributan di Suatu Sabtu


Keributan di Suatu Sabtu

By: Maria Wiedyaningsih

Deni dan Chrisna terpana memandang Andromeda. “Jadi, dia namanya Andromeda?” tegas mereka bersamaan.

Li-El mengangguk, membelai-belai Andro. Nama panggilan Andromeda memang Andro. Li-El terheran-heran saat mendapati Deni dan Chrisna masih saja bengong.

“Kemarin, kupikir Andromeda seorang anak,” gumam Deni garuk-garuk kepala.  

Kemarin Petra menelpon Li-El, menceritakan kebingungannya. Semua orang di rumah Petra akan pergi sampai Sabtu esok. Tidak mungkin Andro sendirian dalam waktu lama.

Tentu Li-El menawarkan diri menjaga Andro. Saat itu, rupanya Deni dan Chrisna mendengar percakapan Li-El. Mereka menyangka Andromeda nama seorang anak.

“Aku sudah kuatir kalian akan sama-sama menangis,” lanjut Chrisna geli.   

“Uuuh ... kalau itu kan, kamu. Kalian passti berduet menangis,” balas Li-El lucu.

li-El, Deni, dan Chrisna tertawa. Berduet menyanyi, sih asyik didengarkan. Tetapi, menangis bersama-sama?  

“Huh, masa nama kucing lebih keren dari namaku,” komentar Deni, pura-pura kecewa.

Lagi-lagi mereka tertawa. Andro benar-benar membawa banyak keceriaan. Barangkali, karena Andro sangat manis. Bulu putihnya benar-benar lembut. 

Ilustrasi: Yoan


Li-El, Deni dan Chrisna senang sekali Andro mengikuti mereka kemana-mana. Termasuk main basket esok harinya. Li-El bertanding melawan Chrisna, sementara Deni menjadi wasit.

“Aku pasti menang. Sekarang aku tidak cuma didukung Choco, tapi juga Andro. Iya, kan, Andro?” Li-El menengok ke arah Andro.  

Kening Li-El berkerut saat tidak mendapati Andro di samping lapangan. “Ke mana Andro?”

“Oh, tadi aku memberinya makan di halaman samping,” jelas Chrisna.

Bertiga mereka pergi ke halaman samping. Ternyata Andro tidak ada ada di sana. Mereka bertiga berpandangan. Segera saja mereka pergi ke halaman depan. Ketiganya terpana saat melihat pintu pagar terbuka.   

Ilustrasi: Yoan


“Gawat, tadi aku keluar sebentar,” ujar Deni, mulai panik. “Pasti aku lupa menutup pintu.”

“Uuuh, kenapa, sih, Deni ceroboh begitu?” pikir Li-El dalam hati.

Li-El mulai gelisah, tapi berusaha tenang. Mereka bertiga mencari Andro di dalam rumah. Andro tidak ada di mana-mana. Jangan-jangan Andro pergi ke luar. Jangan-jangan Andro tersesat entah di mana? Jangan-jangan mengalami kecelakaan?

Mereka memutuskan berpencar mencari Andro di sekitar rumah. Li-El pergi bersama Mbak Mira, sementara Deni pergi dengan Chrisna.

“Andro ... Andromeda ... pus, puuuus,” Li-El dan Mbak Mira memanggil-manggil.

Setelah sekitar setengah jam mencari-cari, Li-El dan Mbak Mira terpaksa pulang. Li-El mendapati wajah Deni dan Chrisna yang benar-benar cemas.

“Mungkin kalau ita sedikit hati-hat, Andro tidak akan hilang,” ujar Li-El.  

Deni dan Chrisna terbelalak. “Maksudmu, aku seharusnya tidak memberi makan di halaman samping?” ujar Chrisna jengkel.

“Maksudmu, kalau aku menutup pintu, Andro tidak akan hilang?” sambung Deni.  

“Kalau kalian lebih hati-hati menjaga Andro, mungkin Andro tidak akan hilang,” balas Li-El.

“Kamu sendiri sejak pagi tidak peduli pada Andro,” ujar Chrisna kesal.

Li-El terbelalak. Kenapa justru dia yang disalahkan? “Aku akan mencari Andro lagi,” Li-El tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.

Mereka kembali pergi dengan tegang.

Li-El mencari-cari dengan lunglai. Bagaimana jika Andro benar-benar hilang? Bagaimana nasibnya? Lalu ... apa yang harus dikatakannya pada Petra? Petra pasti marah padanya. Lalu, kenapa Deni dan Chrisna menyalahkannya? Rasanya mereka lebih bersalah.

“Andro ... Andromeda ... pus ... puuus ...,” panggil Li-El putus asa.

Li-El dan Mbak Mira terduduk lesu. Bagaimana ini? Pikirnya bingung.

“Miaaaw ...!”

Pasti Li-El sangat ingin bertemu dengan Andro, sampai-sampai dia membayangkan mendengar suaranya. Ya ampun, kaki Li-El bahkan bisa merasakan bulu-bulunya yang lembut.

Eh, tapi kenapa bulu Andro terasa betulan, ya?

“Andro!” pekik Li-El terpana. Pelan-pelan dia mengulurkan tangan. Li-El takut jika tangannya menyentuh Andro, Andro akan menghilang.

Ilustrasi: Yoan


“Itu memang Andro, kok.” Li-El mendongak kaget. Deni dan Chrisna sudah ada di depannya! Mereka bertiga berpandangan diam.

Apa yang terjadi pada mereka  bertiga? Kemarin, Andro membuat mereka tertawa-tawa. Hari ini, panik dan cemas membuat mereka bertengkar, saling menyalahkan.

Li-El, Deni, dan Chrisna tersenyum salah tingkah. Coba tadi mereka sedikit lebih tenang. Mungkin mereka tidak perlu merasa malu seperti sekarang.

Mereka berempat pulang dalam diam. Bergantian memeluk Andro. Mungkin Andro membuat awal hari mereka berantakan. Namun, dia mengubahnya menjadi indah sekarang.

(Sumber: Bobo edisi 35. Tahun XXXVIII. 9 Desember 2010. Hal. 10-11)

9 Desember 2019

Bobo - Berburu Tikus




“Tikuuus!” jerit Emak panik. Emak paling anti kalau ada tikus berkeliaran di dapurnya. Bapak yang biasa mengusir tikus, sedang pergi ke luar kota.



Emak memanggil Paman Gembul. “Tolong singkirkan tikus itu dari dapurku!” perintah Emak. “Kalau begitu, aku perlu menginap. Tikus gampang ditangkap kalau malam,” jawab Paman Gembul.



Paman Gembul mengeluarkan perangkap tikusnya. “Emak punya keju? Biar kupasang di perangkapnya. Biasanya, tikus suka keju,” pinta Paman Gembul. Emak memberinya keju.



Paginya, keju hilang. Tetapi, tikus tidak tertangkap. “Mungkin kita perlu mengganti keju dengan daging asap. Kali ini, pasti tertangkap,” kata Paman Gembul. Emak menurut.



Lagi-lagi umpan hilang, tetapi tikus tetap tak tertangkap. “Kita coba lagi dengan sosis ayam. Besok pagi, kujamin tikus tertangkap,” kata Paman Gembul. Bobo mulai curiga.



Tengah malam, Bobo melakukan pengintaian. Ternyata kecurigaannya benar. Bobo melihat Paman Gembul sedang asyik makan sosis ayam. Bobo melapor kepada Emak.



Tentu saja Emak marah. “Pokoknya, tikus itu harus dikeluarkan sekarang juga!” perintahnya. Paman Gembul takut melihat Emak marah-marah.

Paman Gembul terpaksa memburu tikus dengan sapu. Setelah berkeringat seharian, barulah tikus mau keluar dari tempat persembunyiannya, lalu kabur keluar. Leganya!  (Vero)

(Sumber: Bobo Edisi 35. Tahun XXXVIII. 9 Desember 2010. Hal. 8-9)
Ilustrasi: Rudi, warna: Agus

Bona Gajah Kecil Berbelalai Panjang - Sepak Takraw





Tako diberi hadiah bola takraw oleh pamannya. Bentuknya bulat terbuat dari anyaman rotan. Tako juga diajari cara memainkannya.


Tako menunjukkan bola itu pada teman-temannya, termasuk Bona dan Rong Rong. “Ayo, kita mainkan!” ajak Tako.


Cara bermain sepak takraw seperti bermain bola voli. Tetapi, bolanya disepak dengan kaki. Bona kesulitan melakukannya. Dia berkali-kali jatuh.


“Aw, kakiku sakit!” keluh Bona. Dia duduk di tepi lapangan. Bona sedih tak bisa ikut bermain. Aha, untung Rong Rong dapat ide!


Bona tersenyum mendengar ide Rong Rong. “Betul juga! Bermain sepak takraw kurang lengkap tanpa net!” Bona menjulurkan belalainya membentuk net. Tako dan teman-temannya jadi lebih bersemangat. Wow, serunya permainan mereka! (Dwi)

(Sumber: Bobo Edisi 35. Tahun XXXVIII. 9 Desember 2010. Hal. 48)
Ilustrasi: WAN’D Studio

Paman Kikuk, Husin dan Asta - Nggak Mau Kalah




“Pergi dulu, Paman. Aku mau main kelereng bareng teman-teman,” kata Husin. “Tunggu dulu, Sin!” seru Paman Kikuk. Dia lempar koran di tangannya dan bergegas mengejar Husin. “Aku ikut,” ujar Paman Kikuk.


“Paman mau ikut main kelereng?” tanya Husin keheranan. “Kenapa? Enggak boleh, ya? Kamu takut kalah?” ledek Paman Kikuk. “Waktu seumuran kamu, pamanmu ini memang terkenal jago main kelereng.”


“Teman-teman, pamanku mau ikut main bareng kita, boleh?” Teman-teman Husin tidak keberatan. Paman Kikuk kemudian membeli kelereng dari mereka dan mulai ikut bermain.


Mereka bermain kepala ular. Kelereng dijajar membentuk busur di dalam bidang yang digambar seperti bentuk tanda baca koma. Ini sangkar ularnya.


“Itu kepala ularnya, Paman. Siapa yang bisa mengeluarkan kelereng di ujung itu, dia dapat mengambil semua kelereng. Kalau kena yang ekornya, dia hanya ambik bagian itu,” jelas Husin pada Paman Kikuk.


Berkali-kali membidik, kelereng Paman Kikuk tak berhasil mengenai satu pun kelereng dalam sangkar ular. Sebaliknya, Husin dan teman-temannya bergantian berhasil menang.


Paman Kikuk berkali-kali harus beli kelereng karena kelerengnya habis melulu. Akhirnya, kesabarannya habis. “Sudah-sudah, cukup! Sini, aku beli kelereng kalian semua,” paksa Paman Kikuk.


“Nah, sekarang aku pemenangnya. Aku mau pulang,” ujar Paman Kikuk sambil ngeloyor pergi. “Lo, gimana, sih, Paman?” protes Husin. “Yaaah, enggak asyik, nih, Paman Kikuk,” keluh teman-teman Husin. (Joko)

(Sumber: Bobo Edisi 35. Tahun XXXVIII. 9 Desember 2010. Hal. 24-25)
Ilustrasi: Sabariman R.

Ceritera Dari Negeri Dongeng - Bola-Bola Lucu




Kurcaci-kurcaci kecil sedang asyik bermain bola. Oki juga ada bersama mereka. “Nirmala baik, ya. Kita masing-masing dikasih bola,” kata salah satu kurcaci kecil. Tiba-tiba datanglah gerombolan kurcaci nakal, “Hihihi... kita, kok, tidak dikasih bola! Terpaksa, deh bola kalian kami rebut!” seru mereka.


Kurcaci-kurcaci nakal menyambar bola-bola itu dan membawanya pergi. “Jangan ambil bolaku! Kembalikaaan... huhuuu...” kurcaci-kurcaci kecil menangis. Saat itu, Nirmala datang.


“Sudah, jangan nangis! Lihat, ada empat bola lucu di sini!” seru Oki. Nirmala dan kurcaci kecil mendekat. “Ki, itu bayi armadilo yang melingkarm bukan bola,” kata Nirmala.


Oki mendapat ide. Ia menyuruh kurcaci kecil memegang bayi-bayi armadilo. Pura-pura bermain bola. Tak lama kemudian, kurcaci nakal datang lagi dan merebut “bola-bola” itu! Nirmala segera menyulap, “Sim salabim!”


Seketika, bayi-bayi armadilo itu menjadi besar dan membuka diri. “Wuuuaaa... tolooong...” teriak kurcaci nakal sambil lari ketakutan.


Empat armadilo tadi terjatuh ke tanah, Nirmala segera menyulap mereka menjadi kecil lagi. “Waaah, hewan ini lucu, ya! Mereka kembar empat!” kata para kurcaci kecil. “Induk armadilo memang biasanya melahirkan bayi kembar empat. Kalau merasa terancam, armadilo melingkar seperti bola. Lucum ya,” Nirmala menerangkan.  (Vanda P)

(Sumber: Bobo Edisi 35. Tahun XXXVIII. 9 Desember 2010. Hal. 40-41)
Ilustrasi: WAND Studio