Bunga-Bunga Oma Lila
By: Maria
Wiedyaningsih
|
Ilustrasi: Yoan |
Wow,
kejutan! Li-El tidak menyangka akan menemukan taman bunga seindah itu. Rasa
bosan Li-El karena sendirian menghilang.
Li-El dan Petra sedang bermain ke rumah Dodo, sepupu
Petra. Sekarang Dodo dan Petra sedang pergi sebentar ke tetangga. Karena malas
jalan kaki, Li-El tidak ikut.
Perhatian Li-El teralih begitu melihat lapangan basket
mini. Sebentar kemudian, dia asyik bermain basket. Sekali lagi dia menembakkan
bola ke arah ring. Lalu ... meleset!
Li-El hanya bisa bergeming. Bola itu memantul dari
papan ring, lalu mengenai bunga-bunga. Satu pot pecah. Belum lagi beberapa
kuntum bunga langsung rontok.
“Seenaknya saja kamu merusak bunga-bungaku!”
Li-El berpaling cepat. Dia tidak menyangka kalau Dodo
dan Petra sudah kembali.
|
Ilustrasi: Yoan |
“Maaf, aku ...,” ujar Li-El tergagap.
“Bibit bunga-bunga ini berasal dari kebun Oma Lila,”
Dodo melanjutkan marahnya. “Oma Lila pasti sedih kalau tahu bunga-bunga ini
rusak.”
“Aku kan benar-benar tidak sengaja!” ujar Li-El, mulai
kesal. Meskipun begitu dia langsung tahu siapa Oma Lila. Pasti nenek Dodo.
“Dulu kamu juga merusak istana pasirku. Aku tidak terlalu marah,”
Waktu pertama bertemu, tanpa sengaja Dodo merusak
istana pasir Li-El. Bukannya minta maaf, Dodo justru meledek. Kenapa sekarang
Dodo marah begini? Padahal kesalahan mereka hampir sama.
“Jadi sekarang kamu mau membalas?!” tanya Dodo kesal.
“Bukan begitu!”
“Bunga-bunga itu bisa tumbuh lagi!” sela Petra,
berusaha menengahi.
Sepertinya Li-El dan Dodo tidak mendengar Petra.
“Oma Lila pasti berharap bunga-bunga ini membuatmu
senang,” ujar Li-El akhirnya. “Beliau pasti sedih kalau bunganya membuat kamu
galak begini.”
Dodo tertegun. Namun, wajahnya masih terlihat marah.
Waktu pulang, Li-El masih sangat kesal. Bahkan
esoknya, kekesalannya masih tersisa.
“Masih kesal pada Dodo?”
Li-El terkejut, tiba-tiba Petra ada di ruang
keluarganya.
“Dulu Dodo tidak terlalu suka pada Oma Lila,” cerita
Petra setelah duduk di samping Li-El. “Menurutnya, Oma Lila terlalu cerewet.”
Cerita seperti ini sudah sering didengar Li-El,
membuatnya tersenyum.
“Kira-kira setahun lalu, Oma Lila memberi Dodo biji
bunga,” lanjut Petra. “Dia malas menanamnya. Meskipun sebenarnya Dodo tidak
ingin membuat Oma Lila kecewa. Jadi saat ditanya, Dodo berpura-pura sudah
menanam bunga matahari itu.”
Petra terlihat ragu-ragu melanjutkan ceritanya.
“Lalu ... Oma Lila meninggal dua minggu setelah itu.”
Li-El terpana. Saat bertengkar dengan Dodo, dia sama
sekali tidak tahu Oma Lila sudah meninggal. Li-El memang belum lama mengenal
Dodo. Jadi, Li-El tidak mengenal Oma Lila.
“Dodo baru ingat biji dari Oma Lila. Dia menanamnya,”
lanjut Petra. “Dia kaget sekali waktu tahu itu ternyata biji bunga krissan.”
Li-El kian terpana. Pasti Dodo sangat merasa bersalah.
Oma Lila tidak menegurnya, meskipun tahu Dodo belum menanam biji pemberiannya.
Mungkin sejak itu Dodo rajin menanam bunga-bunga.
Setelah Petra pergi, Li-El merenung. Dia paham kenapa
Dodo marah. Namun, seharusnya Dodo mengerti, Li-El sama sekali tidak sengaja.
Seharusnya Dodo yang minta maaf duluan.
Uuuh ... kalau sama-sama tidak mau mengalah, kapan
mereka bisa baikan?
“Mungkin aku yang minta maaf duluan, deh,” pikir
Li-El.
Barangkali kalau Li-El membawa bunga, Dodo jadi lebih
mudah memaafkannya. Hitung-hitung mengganti bunga yang rusak kemarin. Akhirnya,
Li-El memilih pot dengan bunga yang paling indah di halaman rumahnya.
Namun, betapa terkejut Li-El. Dodo sudah menemuinya
lebih dulu. Selama beberapa saat keduanya hanya berdiri canggung.
|
Ilustrasi: Yoan |
“Bunga tercantik, untuk anak paling baik,” ujar Dodo,
menyerahkan pot berisi bunga.
Dodo tersenyum melihat Li-El bengong.
“Oma selalu berkata begitu kalau memberikan bunga pada
seorang anak,” jelas Dodo. “Kurasa itu cara Oma menasihati semua anak yang
ditemuinya. Agar menjadi anak baik.”
Li-El tersenyum.
“Kamu benar,” ujar Dodo lagi. “Oma pasti sedih kalau
gara-gara bunganya, aku bersikap galak.”
Senyum Li-El kian lebar. Dia tahu, Dodo selalu sayang
pada neneknya. Meskipun kadang Dodo menganggap Oma Lila cerewet.
“Bunga tercantik, untuk anak paling baik,” ujar Li-El
tulus, mengulurkan pot bunganya. Li-El benar, Dodo memang anak yang baik,
meskipun kadang suka iseng.
Dodo terpana. Sesaat kemudian, senyumnya mengembang.
(Sumber: Bobo Edisi 22.
Tahun XXXVII. 10 September 2009. Hal. 8-9)