Lucky
Girl
By: Eva Riyanti Lubis
Namaku Lucky Lubis.
Singkat jelas dan padat bukan? Aku juga terkadang dongkol dengan namaku ini.
Pertama, nama Lucky biasanya dipakai oleh laki-laki. So, I am a girl!
Kedua, tidak ada embel-embel lain di belakang nama Lucky. So simple
bukan? Kalau Lubis, itu margaku. Ayah keturunan Batak Mandailing yang sedari
remaja sudah merantau ke Jakarta. Sedang Ibuku asli Betawi. Dalam Batak, anak
akan mewarisi marga ayahnya. So, inilah namaku sekarang.
Sempat kesal karena
kebanyakan orang yang belum pernah mengenali wajahku pasti merasa kalau aku ini
laki-laki. Huft. Dasar ayah dan ibuku pelitnya minta ampun ngasih nama. Entah
dapat wangsit apa mereka dulu pas menamaiku.
“Pa, Ma, Lucky ganti
nama dong,” ucapku suatu kali ketika kami tengah makan malam. Mereka berdua
menatapku sambil menyerngitkan kening.
“Lucky sering diejek
di sekolah. Capek tau, Ma.” Aku menatap mereka penuh harap.
“Please ya,
Ma, Pa. Kita potong kambing buat ganti nama Lucky. Mau ya?” kupasang muka
memelas.
“Tidaaaaaaaaaak!!!”
jawab mereka serentak. Gila, ini orang tua kompak banget ngucapinnya. Mana
suaranya kencang.
“Jangan teriak-teriak
dong. Kalau Papa nggak masalah. Wajar orang Batak. Nah, ini Mama ikut-ikutan
juga. Kuping Lucky sakit tau!” aku ngendumel. Tapi mereka tidak menggubrisku
sama sekali. Aku menatap mereka bete kemudian beranjak untuk berdiri dan
meninggalkan mereka untuk menuju kamar. Tempat setia yang selalu menampung
keluh kesahku. Tanpa kusadari mereka sebenarnya terkikik dengn tingkah lakuku
tadi.
***
Aku berjalan menuju
ruang kelasku yang terletak paling sudut di sekolah ini. Dan seperti biasa,
mereka selalu tidak pernah bosan mengatakan kalimat itu-itu saja. Bikin mata
dan otakku gerah. Grrrrhhh....
“Lucky.... Lucky....
Foto bareng yuk!” ini suara si Mey Mey. Ratu gossip SMA Merah Putih.
“Lucky sayang, udah
sarapan belom? Cinta masak rendang kesukaanmu lho,” cewek manis itu
mengerlingkan matanya ke arahku. Uhh.... Ini kakak kelasku yang erornya minta
ampun. Emang dia pikir aku lesbong apa?
“Lucky, aku daftar
jadi asistenmu dong. Ngelap keringat juga nggak apa-apa. Boleh ya?”
“Malam Minggu nanti
jalan bareng Dina ya, Ky....”
“Ky, nanti temani aku
ke mall dong. Aku traktir apa aja yang kau mau.”
Aku menatap mereka
satu persatu dengan tatapan tajam. “Kalian ribut banget sih! Nyebelin!
Pagi-pagi udah buat moodku anjlok. Minggir semua!”
Kalimatku berhasil
membuat mereka menjauh dari hadapanku dan akhirnya aku bisa dengan leluasa
melangkah ke dalam kelas.
Icha, teman sebangku
sekaligus sahabatku sudah menunjukkan senyum simpul ke arahku.
“Kenapa
senyum-senyum? Senang ngeliat aku menderita?” Aku menatap gadis gembul itu
dengan tampang kesal.
“Salah sendiri.
Harusnya kita barengan tadi datangnya. Kan bisa kuhajar mereka,” ucapnya dengan
semangat empat lima.
“Sorry, tadi
agak telat bangun.”
“Ya, rasain tuh
akibatnya. Hehe....” Dia terkikik menatap wajahku yang setengah ditekuk.
Oh ya, aku seorang
vokalis band remaja yang sedang naik daun di Jakarta. Kala itu nggak
sengaja aku sering ngunggah video nyanyiku di you tube. Dan ini nih
akibatnya. Banyak cewek yang selalu datang menyerbuku. Yapz, cewek! Karena
dandananku tak jauh beda dengan cowok. Aku kurus, tinggi, dan dada agak rata.
Sebenarnya sedikit menyedihkan. But, it’s me! Ditambah lagi dengan
namaku yang beraroma cowok. Komplit deh! Sebagian fansku malah tak percaya
kalau sebenarnya aku ini cewek. Meski rambutku panjang lho. Uh....
“Kalau begini
terus kapan aku punya cowok? Kapan aku bisa beruntung seberuntung namaku?”
jeritku dalam hati.
***
“Lucky, kamu sudah
siap dengan lagu barumu?” tanya Pak Chogah. Manager band kami.
Aku mengangguk. Ini
kali pertama aku menyanyikan lagu sendu, malah ciptaanku sendiri. Sebelumnya
aku selalu membawakan lagu yang temponya sangat cepat.
Balai Sarbini
dipadati penonton. Yap, kali ini kami sedang launching album kedua kami
yang berjudul “Lucky Girl”. Hampir keseluruhan lagunya mengisahkan tentang
wanita.
Everytime
I try to fly I fall
Without
my wings
I
feel so small
I
guess I need you baby
And
everytime I see
Your
in my dreams
I
see your face
Its
haunting me
I guess I need you baby
Seluruh penonton
turut bernyanyi bersamaku. Dan beberapa di antara mereka meluruhkan air mata
karena laguku ini. Inilah saat-saat mendebarkan yang kurasakan tatkala aku
menyanyi di depan banyak orang. Sebab terkadang aku masih takut apa laguku
tersampaikan kepada mereka.
***
“Sukses! Kalian
hebat,” Pak Chogah menyalami kami setelah selesai melakukan pertunjukkan di
atas panggung.
“Kamu luar biasa,
Lucky. Sempurna!” Pak Chogah sumringah saat menyalamiku.
“Bapak berlebihan,”
ucapku pendek.
“Oh ya, ada kejutan
buatmu. Kamu diajak kerja sama dengan Daniel Alfian. Cowok remaja yang usianya
sama denganmu dan dia juga terkenal lewat you tube. Asal Prancis itu.
Lho. Kamu pasti sudah
tau itu. Pokoknya persiapkan dirimu. Lusa kalian bertemu di studio rekaman
kita.”
Aku melongo. Daniel
Alfian, cowok yang akhir-akhir ini menjadi pencarian nomor satu di dunia maya
hendak bekerja sama denganku? Mimpi apa aku semalam? Dengar-dengar tak lama
lagi dia akan terkenal seperti Justin Bieber. Suaranya yang merdu juga disebut
sebagai suara malaikat. Padahal tak seorang pun tahu suara malaikat itu seperti
apa. Hehehe....
***
“Lucky, Daniel Alfian akan datang ke Jakarta. Please
minta tanda tangannya sama aku. Please! Icha memandangiku penuh harap.”
“Ih, biasa aja kali.
Emang apa spesialnya dia? Gantengan juga Justin,” jawabku seketika membuat
gadis gembul itu mewek.
“Iya, iya. Nanti aku
mintain tanda tangannya. Sekalian fotonya bila perlu. Lagian udah punya cowok
kok masih idolain cowok lain sih?” tanyaku ngendumel.
“Cemburu ya?” Icha
akhirnya kembali kesifat asalnya. Tawa renyahnya mulai tampak dan kini ia
sedang menertawakanku.
“Makanya cari cowok
dong, Ky.” Katanya sembari kembali terkikik.
Uhhh....
Dasar Icha! Dia nggak tahu apa nggak nyadari sih kalau aku sebenarnya lebih
tampan dari cowok?
***
“My name is
Daniel,” cowok itu menyalamiku.
Omaigot. Dia jauh lebih tampan dari
perkiraanku. Aura kharismatiknya juga keluar. Membuatku sedikit menciut berada
di sampingnya.
Dia pun mengatakan
kalau ia ingin bernyanyi bersama denganku. Lebih tepatnya duet. Katanya dia
sudah mengetahui suaraku sebelum aku benar-benar terjun di dunia entartainment.
“Kenapa harus aku?
Banyak yang suaranya lebih bagus dariku di luar sana.” Tanyaku saat tinggal
kami berdua yang ada di ruangan itu.
Dia tersenyum tipis.
Namun menurutku sangat manis.
“I like you,”
ucapnya kemudian yang akhirnya berhasil membuat tampangku melongo setengah
mati.
“You’re face is so
funny, Lucky,” katanya masih dengan senyum mengembang di sudur bibirnya
yang tipis.
“Ih, kamu nyebelin
deh! Udah-udah, jangan ngomong itu lagi.”
***
Malam itu Daniel
Alfian membuka konsernya dengan sangat fantastis. Karena aku akan menjadi rekan
duetnya, maka aku bebas masuk ke ruangan itu tanpa membayar tiket. Malah dapat
kelas VIP.
“Selamat malam
Indonesia,” ucapnya fasih. Beberapa orang memandangnya takjub. Pun demikian
dengan aku.
“I must say
something to you. I love an Indonesian girl. Because her, I can stand up in
front of you. She is my star. Aku pertama kali bernyanyi setelah mendengar
suaranya di you tube. After that, aku mencari tahu keberadaannya.
I also study Indonesian language. And now, I find her. Lucky, I love
you more than you know.”
Tepuk tangan
membahana. Sorot lampu seketika menyapaku sedang yang lainnya menjadi gelap.
Aku seketika berdiri. Kaku. Dan cowok tampan itu kian berjalan mendekatiku.
“I love you
whatever you are. Aku mencintaimu karena dirimu. Believe me, please!”
tak ada kebohongan tampak di mata birunya. Dan dia telah berhasil membuatku
menganggukkan kepala. Dan kemudian kami berpelukan di antara tepuk tangan riuh
penonton.
***
“Lucky, setelah Mama
pikirkan, memang seharusnya namamu diubah. Luna atau Cintya sepertinya bagus.
Bagaimana, Pa?”
“Boleh, Papa setuju.
Lucky memang terkesan maskulin.”
“Tidaaaaaaaaaaaaaaak!!!”
aku berteriak dan sekatika mereka menutup kedua kupingnya.
“Jangan teriak-teriak
dong, Lucky!” omel Mama.
“Turunan Papa, nggak
apa-apa.” Ujar Papa yang seketika melanjutkan suapan ke mulutnya.
“Tak seorang pun yang
boleh ganti nama Lucky. Titik!” mereka berdua terkikik.
“Aih, pasti karena si
ganteng Daniel. Kapan dia ke sini lagi? Mama kengen lho sama calon menantu.”
“Ih Mama lebay. Papa
juga ketawa terus. Uh!” aku melangkahkan kaki menuju kamar.
***
(Sumber: majalah mingguan Gaul edisi 23 tahun XI .
11– 17 Juni 2012 . Hal 30)