20 Desember 2016

Kado Ulang Tahun Untuk Mama


Kado Ulang Tahun Untuk Mama

By: Sri Fatimah A.S

Sepulang sekolah, Safa terlihat melamun di kamar.

“Hayo, kecil-kecil sudah melamun!” teriak Kak Zulvan mengagetkan Safa.

“Aku lagi memikirkan tugas dari Bu Guru,” jawab Safa sambil melepas sepatunya. “Sebentar lagi, kan, Hari Ibu. Bu Guru menyuruh kami mengarang tentang apa saja yang telah kami perbuat untuk membahagiakan Ibu. Karangan itu harus dikumpulkan minggu depan.”


Ilustrasi: Yoyok


“Itu, kan, tugas yang mudah,” komentar Kak Zulvan.

“Masalahnya, Kak... Safa belum pernah membahagiakan Mama. Malah lebih sering membuat Mama jengkel karena kalau asyik bermain aku sering lupa makan, bahkan lupa mandi...”.

Kak Zulvan tersenyum, “Ya, sudah! Kalau begitu, mulai sekarang kamu jangan bikin Mama jengkel lagi. Apalagi, setelah Papa meninggal, Mama, kan, lelah bekerja untuk menghidupi kita.”

Safa menganggukkan kepalanya dengan penuh rasa sesal.

“Lusa, kan, Mama berulang tahun. Kamu bisa memberi kado kecil untuk Mama. Selama ini, kamu belum pernah memberi hadiah buat Mama, kan? Nah, setelah itu, kami bisa membuat karangan,” saran Kak Zulvan.  

“Wah, makasih, ya, Kak, atas idenya,” Safa tersenyum manis.

Setelah kakaknya keluar kamar, Safa mulai memikirkan kado yang cocok untuk Mama. Ia lalu teringat, kalau dompet Mama sudah kusam. Namun Safa ragu. Apa ada dompet yang murah harganya? Safa melirik ke celengan gajahnya.

Sore hari, ketika Mama pergi ke arisan, Safa membuka celengannya itu. Setelah ia menghitung semua uangnya, jumlahnya ternyata hanya Rp 20.000,00.  

“Mungkin, di toko serba ada, di depan sekolah, ada dompet yang harganya Rp 20.000,00,” gumamnya.

Besok siangnya, sepulang sekolah, Safa pergi ke toko serba ada itu. Harga dompet di toko itu bermacam-macam. Ada yang mahal, ada juga yang murah. Sebenarnya Safa tertarik pada dompet berwarna cream. Bentuknya cantik sekali. Sayang harganya Rp 40.000,00. Uang Safa tidak cukup.


Ilustrasi: Yoyok


Safa teringat kata-kata kakaknya. Tidak usah yang mahal-mahal, asalkan ikhlas. Ia lalu melihat-lihat dompet yang harganya lebih murah. Akhirnya, safa menemukan sebuah dompet cokelat muda. walau harganya murah, namun bentuknya cukup menarik. Dengan lega, Safa membayar di kasir.  

Setelah makan siang, Safa sibuk membungkus kadonya. Hadiah itu lalu ia simpan di laci meja belajarnya. Ia punya rencana untuk ulang tahun Mama. Ketika jam menunjukkan pukul 7.30 malam, Safa bersiap-siap tidur. Sebelum tidur, ia menyetel jam wekernya agar ia bisa berbunyi pukul 12 malam nanti.

Jam weker Safa tepat waktu. Deringannya berbunyi kencang tepat pada pukul 12 malam. KRIIING...  KRIIING...

Awalnya Safa malas bangun. Namun ia teringat pada rencananya. Buru-buru ia bangun dan mengambil kadonya. Dengan hati-hati dia mengetuk pintu kamar Mama. Mama membuka pintu dan terkejut melihat Safa di depan pintu.

“Ada apa Safa?” tanya Mama.

Safa tersenyum malu lalu mengulurkan kado.

“Safa cuma mau kasih kado kecil ini, Ma! Selamat Ulang Tahun!”  

Mata Mama yang semula mengantuk, kini terbuka lebar. Mama tersenyum haru dan menerima kado itu. Ia lalu memeluk Safa.

“Terima kasih, Sayang. Mama senang sekali. Tapi sekarang Safa tidur lagi, ya. Ini, kan, masih malam, Sayang!” kata Mama.

Safa mengangguk dan segera kembali ke kamarnya. Tak lupa menyetel wekernya agar berbunyi pada pukul lima pagi.

Tepat pukul lima pagi, weker Safa berbunyi. Safa segera bangun dan mandi. Ketika masuk kembali ke kamar dan melintasi meja belajarnya, betapa terkejutnya Safa. Ada uang dua puluh ribu dan secarik kertas di atas meja itu. Safa segera membaca tulisan kertas itu.

Safa sayang, terimakasih, ya, kadonya. Mama sangat senang dan terharu. Ini uang dua puluh ribu dari Mama. Ditabung, ya!

Safa tersenyum. Namun ia penasaran juga karena Mama tahu harga dompet itu. Setelah memakai seragam, Safa bergegas mencari mamanya untuk bertanya.

“Ma, kenapa mengembalikan uang Safa?”

“Mama bukannya mengembalikan uangmu. Uang dari Mama itu, untuk menambah tabunganmu. Mama, kan, tahu kamu sedang menabung untuk membeli sepatu baru,” jawab Mama penuh sayang.

Safa terharu mendengar ucapan Mama. “Makasih, ya, Ma,” ucap Safa, lalu mencium tangan mamanya.

Baru beberapa langkah meninggalkan halaman rumahnya, tiba-tiba Safa lari berbalik lagi.

“Apa yang ketinggalan, Fa?” tanya Mama. “Nggak ada, Ma. Safa cuma ingin tahu. Dari mana Mama tahu kalau harga dompet itu dua puluh ribu?” tanya Safa malu-malu.


Ilustrasi: Yoyok

Sambil tertawa Mama menjawab, “Ya, dari dompetnya. Kamu lupa mencabut stiker harganya.” Mereka tertawa bersama-sama.

Hari itu, Safa berangkat ke sekolah dengan riang. Keinginannya untuk membahagiakan Mama sudah tercapai. Dan siang nanti, sepulang sekolah, ia sudah bisa mengerjakan tugas mengarangnya.


(Sumber: Bobo edisi 36. Tahun XXXVII. 17 Desember 2009. Hal. 10-11)

0 komentar:

Posting Komentar