Di padang pasir yang panas dan gersang,
kau masih bisa menemui kehidupan. Bukan hanya tumbuhan kaktus dan ular gurun
yang akan kau temui. Kau juga bisa menemui kami, Suku Badui atau Bedouin. Sang
pengembara padang pasir...
Rumahku Bisa Dilipat
Suku
Bedouin adalah suku pengembara di gurun pasir yang terbentang di jazirah Arab.
Kami hidup berpindah-pindah atau nomaden sambil menggembalakan kambing
dan domba. Kami tak punya tempat tinggal tetap. Itu sebabnya kami tak punya
rumah permanen seperti rumahmu.
Rumah
kami berupa tenda yang terbuat dari pintalan bulu kambing. Rumah itu ringan,
mudah dipasangm mudah dilipat, dan mudah dibawa ke mana-mana! Hihi, asyik, kan?
Biasanya
kami memasang tenda menghadap ke selatan atau timur. Setiap tamu harus masuk
dari depan tenda. Ruangan dalam tenda, dipisahkan oleh dinding penyekat
berdekorasi. Kami menyebutnya gata.
“Mobil” Padang Pasir
Karena
kami hidup berpindah-pindah, kami butuh kendaraan untuk mengangkut
barang-barang kami. Nah, kendaraan yang paling tangguh dan sesuai di padang
pasir adalah... unta! Yap, hewan berpunuk ini sanggup membawa beban yang banyak
dan berat. Unta juga sangat kuat. Dia bisa bertahan hidup tanpa air selama 10
hari!
Setiap
kali melakukan perjalanan, kami mengikat barang-barang kami pada punggung unta.
Kadang kami naik ke punggung unta dan mengendarainya untuk melintasi padang
pasir. Unta seperti “mobil” bagi orang gurun seperti kami.
Hmm... Kharouf yang Lezat!
Kami
adalah suku yang ramah dan sangat menghormati tamu. Kalau kau bertamu ke tenda
kami, kami tak segan-segan menyajikan hidangan yang paling lezat, yaitu kharouf!
Kharouf adalah daging kambing muda atau daging unta panggang. Ini adalah menu
khas Bedouin. Menurut tradisi Bedouin, cara kami menghormati tamu adalah dengan
memotong unta, memasaknya, dan menyajikannya pada tamu.
Untuk
makanan sehari-hari, kami makan roti dan susu. Kami juga membuat yogurt dan
mentega dari susu kambing dan unta. Kadang kami juga makan kurma sebagai
hidangan penutup.
Oh
ya, sesekali, kami memasak roti di pasir, lo. Wow, pasir gurun yang sangat
panas bisa kami manfaatkan untuk memasak makanan! Selain itu, kami juga bisa
menikmati teh kental khas gurun. Hmmm, nikmat!
Jubah Anti Panas dan Dingin
Tinggal
di gurun tidak semudah tinggal di tempat biasa. Pada siang hari, suhu udara di
gurun sangat panas. Bahkan, bisa mencapai 50 derajat celcius! Sedangkan pada
malam hari, udara bisa sangat... brrr, dingiiiin!
Untuk
melindungi tubuh kami dari suhu udara yang ekstrim, kami harus mengenakan jubah
panjang. Bahannya harus ringan dan berwarna terang. Pakaian kami sangat longgar
sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara.
Tak Pernah Tersesat
Dalam
perjalanan, kami tak pernah tersesat. Kau mau tahu rahasianya? Di siang hari,
kami menggunakan matahari sebagai petunjuk arah. Matahari terbit menunjukkan
arah timur. Matahari terbenam menunjukkan arah barat.
Jika
bertemu bukit batu, kami membuat tumpukan batu. Bayangan dari tumpukan batu itu
bisa dijadikan petunjuk arah.
Di
malam hari, kami mencari bintang di langit. Terutama bintang-bintang yang
beruwuud beruang atau Ursa Mayor. Jika ditarik garis lurus, dua bintang paling
terang di perut buruang menunjukkan arah utara. Hmm, terbukti bukan, selain
pemberani, suku kami juga cerdik, kan?
(Sumber: Bobo Edisi 22. Tahun XXXVII.
10 September 2009. Hal. 28-29)
Foto: istimewa. Teks: Dwi.