10 September 2019

Senyum Bunga Bugenvil




Sebuah pohon bugenvil uring-uringan. Bunga yang biasanya bermekeran, kini tak terlihat. Seekor kupu-kupu menghampirinya. Pohon bugenvil pun menumpahkan curahan hatinya.

“Sudah lama aku tidak melihat rimbunnya bunga-bungamu. Ada apa bugenvil?” tanya seekor kupu-kupu kepada bunga bugenvil.

“Bagaimana mau berbunga. Huh! Manusia yang menanamku tidak tahu kesukaanku. Dia juga tidak tahu hal yang aku benci,” curhat si bugenvil.

“Ceritakanlah padaku!” perintah kupu-kupu kepada bugenvil.

“Kau lihat sendiri, aku ditaruh di ruangan, aku tidak suka di dalam ruangan!” kata bugenvil memulai curhatnya.

“Bukankah kau pernah ditanam di luar ruangan? Tetapi, kau juga malas berbunga,” jawab kupu-kupu sambil keheranan.

“Tentu saja aku malas berbunga. Sebab aku ditaruh di tanah becek. Aku tidak suka tanah yang becek. Iiih, jorok!” tukas bugenvil dengan kesalnya.

“Jadi, kau ingin ditanam di luar ruangan dan tidak di tanah becek?” tanya kupu-kupu menanggapi kekesalan bugenvil.

“Ya! Aku tidak apa-apa ditanam di pot. Yang penting, tanahku tidak becek dan aku bisa puas bermandi di matahari.” Ujar bugenvil dengan semangat.

“Mandi matahari?” tanya kupu-kupu ingin tahu.

“Betul! Aku senang berjemur. Yaaah... paing tidak, lima jam dalam sehari aku berjemur. Tetapi... mengapa pemilikku ini tidak bisa mengerti aku, ya?” ujar bugenvil dengan murungnya.

Kupu-kupu membujuk bugenvil,“Begini saja. Biar aku bisiki dia. Tetapi janji, ya, sesudah keinginanmu dituruti, berbungalah yang banyak. Kami sangat suka keindahanmu.”

“Tentu, terima kasih. Oh iya, ada lagi yang membuatku kesal,” ujar bugenvil mengenai kekesalannya lagi kepada kupu-kupu.

“Apa itu?” tanggap kupu-kupu.

“Banyak manusia mengatakan bahwa tanaman bugenvil memiliki bunga warna-warni. Ada yang putih, jingga, merah keunguan, dan banyak lagi. Padahal itu bukanlah bunga.” Jawab bugenvil dalam menjelaskan kekesalannya.

“Apa yang harus aku jelaskan pada para manusia?”

“Katakan bahwa yang beraneka warna itu hanyalah daun pelindung bunga. Bungaku sendiri berwarna putih. Memang, sih, bungaku kecil. Tiga helai daun pelindung bunga seolah menutupi tiga tangkai bunga kecilku.”

“Baiklah, akan aku sampaikan,” janji kupu-kupu kepada bugenvil.

“Terima kasih, kupu-kupu!” ujar bugenvil dengan senangnya.

Selama ini kita hanya tahu, bahwa bunga bugenvil memiliki banyak warna. Padahal bunga bugenvil sendiri hanya berwarna putih yang memiliki tiga tangkai bunga kecil. Sedangkan bunga yang berwarna-warni pada bugenvil hanyalah daun pelindung dari tiga tangkai bunga kecil pada bugenvil. Perawatan bugenvil tidaklah susah, kalau kita meletakkannya di tempat tepat yang cukup dengan sinar mataharinya.

Berikut fakta tentang Bugenvil yang perlu kita ketahui:
* Berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa penyakit.
* Berasal dari Amerika Utara; sekarang banyak dijumpai di seluruh dunia yang beriklim hangat.
* Diklasifikasikan tahun 1768 oleh Dr. Philibert Commerçon, seorang ahli botani asal Perancis, saat sedang menemani seorang penjelajah bernama Louis Antoine de Bougainville. Saat itu mereka menjelajah hingga ke Brazil.
* Di sekitar Khatulistiwa, bugenvil bisa berbunga sepanjang tahun. Di luar daerah itu, bugenvil berbunga pada musim-musim tertentu saja.

(Sumber: Bobo Edisi 21. Tahun XXXVIII. 2 September 2010. Hal. 2)
(Foto: Istimewa. Teks: Pipit)

6 September 2019

Memoir of a Murderer (2017) Subtitle Indonesia



Information 
*Alternative Title: A Murderer’s Guide to Memorization, 살인자의 기억법
*Status: Complete
*Type: Movie
*Duration: 1 Jam 58 min.
*Aired: 6 September
2017
*Director:
Won Shin-yun
*Genres: Action, Crime, Thriller
*Country: South Korea 
*Rated:
17+ or Older  
*Score: 8.3/10 (MyDramaList)


Cast  
*Sol Kyung-Gu (Byeong-Soo)
*Kim Nam-Gil (Tae-Joo) 
*Seol Hyun (Eun-Hee) 
*Oh Dal-Su (Byeong-Man)   

 
Sinopsis

Byeong-Soo yang dulunya seorang mantan pembunuh berantai, namun karena sebuah penyakit Alzheimer (hilang ingatan) diapun kini hanya tinggal bersama seorang putri yang bernama Eun-Hee, sebenarnya anak tersebut bukanlah anak kandungnya melainkan seorang putri dari salah satu korban yang ia bunuh.

Suatu hari, Byeong-Soo mengingat kembali kejadian masa lalu dimana ada seorang pembunuh Tae-Joo yang ikut mengalami kecelakaan mobil, saat ini Tae-Joo mulai mendekati Eun-Hee untuk membunuhnya. Untuk dapat melindungi Eun-Hee, Byeong-Soo harus berusaha mengingat kembali ingatannya dan berusaha membunuh Tae-Joo agar putrinya selamat.

Link Download Movie Korea Memoir of a Murderer (2017) Subtitle Indonesia

360p mp4 [Hardsub]____
Link Download: Solidfiles | Mp4upload | Uptobox | Files | Sendit
Link Alternative 1: Solidfiles | Mp4up | Uptobox | Files | Sendit
Link Alternative 2: Solidfiles | Mp4upload | Uptobox | Files | Sendit | Fembed | UpStream


Sumber: Berbagai sumber

3 September 2019

Idola-Idola Teru


Idola-Idola Teru

By: Yuniar Khairani

Teru  menarik ke atas rambutnya yang telah dioles dengan styling foam. Rambutnya kini tampak berdiri. Ia lalu meraih hair dryer Mama dan menyalakannya. Hawa panas mengalir dari benda itu dan Teru mengarahkannya ke rambutnya. Sesaat kemudian, selesailah tatanan rambutnya yang terbaru. Ia pun siap berangkat ke sekolah setelah memakai gelang akar-akaran di pergelangan tangannya.

“Astaga Teruuu!” jerit Mama dari meja makan ketika melihat penampilan Teru. “Kamu apakan rambutmu?” 

Ilutsrasi: Yoyok


Teru meraba rambut berdirinya dengan wajah tersipu. “Hehe, aku ingin punya rambut keren seperti Ugi, Ma!” jawabnya.

Mama mengerutkan kening. “Ugi, siapa? Dia pakai gelang seperti itu juga?” Mama merasa tak mengenal nama itu. Teru cengengesan.

“Ugi penyanyi lagu Yang Pertama itu, lo, Ma!”

Mama menggelengkan kepala dengan wajah yang tak senang, “Jangan dandan seperti itu di sekolah, dong!” Teru hanya nyengir.

“Jangan khawatir, Ma! Enggak apa-apa, kok!”

Ternyata di sekolah, Teru ditegur Pak Guru.

Ilutsrasi: Yoyok


“Boleh-boleh saja berdandan seperti ini kalau kamu mau jalan-jalan atau menyanyi di panggung. Tapi kalau ke sekolahm tidak perlu menata rambut seperti itu. Apalagi pakai gelang-gelang seperti itu!”

Teru menceritakan teguran gurunya itu pada Mama. Bukannya membela Teru, Mama malah menyerahkan sehelai kertas padanya.

“Mama tadi download berita tentang Ugi dari internet. Ugi itu tertangkap basah berpesta narkoba di rumah temannya!” Mama bergidik ngeri.

“Kamu boleh saja mengidolakan lagu dan hasil karyanya. Tapi tidak perlu meniru gaya hidupnya...” Mama berusaha menasehati Teru.

Akan tetapi, Teru tidak bisa menghentikan kebiasaannya. Begitu menyukai penyanyi atau bintang film tertentu, ia berusaha meniru dandanannya, sepatu kesukaannya, gaya rambutnya. Mama jadi agak kesal pada Teru.

Suatu hari, Mama menunjukkan daftar berisi nama-nama artis. Teru membacanya. “Kenal nama-nama itu?” tanya Mama.

Teru mengangguk yakin, “Kenal, dong, Ma! Memangnya kenapa?”

Mama mengambil kembali daftar nama-nama itu dan membuat tiga kolom yang baris teratasnya bertuliskan Nama, Negatif, dan Positif. Teru melihat Mama dengan terheran-heran. “Apa itu Ma?”

Mama hanya berujar, “lihat saja sendiri!”

Lalu Mama menyuruh Teru memilih nama-nama artis yang disukainya dari daftar. Ia juga boleh menambahkan sendiri nama artis idolanya yang belum ada di daftar. Teru menuliskan nama artis-artis idolanya di kolom Nama.

Mama mulai bertanya, apa saja yang membuat Teru suka pada artis itu.

“Lagunya bagus, Ma!” ujar Teru. “Orangnya sopan, Ma,” ujarnya lagi. “Jaketnya juga selalu keren!” tambahnya. 

Ilutsrasi: Yoyok


Mama menuliskan semuanya pada daftar kolom positif. Selanjutnya Mama menanyakan berita negatif tentang artis itu yang Teru tahu.

“Dia meninggalkan istrinya, Ma!” jawab Teru. “Pernah tertangkap karena pakai narkoba juga!” tambahnya. “Bicaranya juga kurang sopan, Ma!” ujar Teru lagi. Dengan tekun Mama menuliskan semua itu pada daftar kolom negatif.

Mama lalu menunjukkan catatan itu pada Teru. Betapa terkejutnya Teru ketika melihat daftar yang dibuat Mama. Dari 20 nama artis idolanya, hanya seorang saja yang menurut Teru memiliki akting yang bagus, juga sopan pada orang lain dan hormat pada orangtuanya.

Teru termangu-mangu menatap daftar yang dibuat Mama.

“Jadi, artis seperti ini yang menjadi idola Teru?” Mama pura-pura terkejut.

“Mama, kan, hanya bikin daftarnya. Teru sendiri yang mengisinya, kan?”

Teru tersenyum dan mengangguk. Kini ia mengerti maksud Mama. Boleh-boleh saja ia punya idola artis terkenal. Boleh-boleh saja ia menyukai karya mereka. Namun, teru harus memilih gaya hidup yang cocok dengannya sebagai anak sekolah.

“Ma, aku sebaiknya menjadi diriku sendiri, kan? Tidak ikut-ikutan gaya idolaku?” ujar Teru kemudian.

Mama tersenyum sambil mengacak rambut Teru. “Betul, anak pintar!”

(Sumber: Bobo Edisi 21. Tahun XXXVIII. 2 September 2010. Hal. 32-33)

Indera Keenam


Indera Keenam

By: Deny Wibisono

Namaku Dina. Dina Purnaning Ratri. Aku berusia 11 tahun. Aku duduk di kelas 5 SD. Aku ingin menceritakan seorang guru kelasku. Namanya Bu Sonya. Menurutku, ia punya indera keenam. Soalnya, ia tahu apa yang dipikirkan murid-muridnya!

Ilustrasi: Iwan D.


Coba dengarkan cerita-cerita ini, ya. Ada temanku yang bernama Nina. Ia anak yang cukup pandai. Namun, nilainya akhir-akhir ini merosot. Ternyata, Nina memang kesulitan melihat. Semua anak tidak ada yang tahu, kecuali Bu Sonya.

Lain pula cerita Damian dan Roni. Damian dan Roni bertengkar. Mereka saling menantang dan berjanji akan berkelahi sepulang sekolah. Namun, saat pulang sekolah, Damian dan Roni tidak dibolehkan pulang dulu oleh Bu Sonya.

Mereka dinasihati Bu Sonya, bahwa berkelahi tidak akan menyelesaikan masalah. Akhirnya, Damian dan Roni tak jadi berkelahi. Mereka bersalaman.

“Aku tidak pernah bercerita pada seorang pun,” jelas Damian waktu itu, pada teman-teman.

“Aku juga,” sahut Roni.

Lagi-lagi, anak-anak menyimpulkan Bu Sonya punya indera keenam.

Aku juga begitu heran ketika Bu Sonya mengetahui permasalahan Lidia dan Belinda. Waktu itu, Belinda ingin menolong Lidia. Belinda hendak memberi Lidia uang untuk bayar SPP. Tetapi, uang Belinda hilang. Esok harinya, Lidia malah memakai sepatu baru. Belinda marah, karena mengira Lidia-lah yang mengambil uangnya untuk beli sepatu.

Belinda dan Lidia tak saling tegur sapa selama dua hari. Sampai hari ketiga, Belinda dan Lidia dipanggil Bu Sonya. Rupanya, Bu Sonya tahu semua permasalahan mereka. Bu Sonya meminta Lidia menjelaskan dari mana ia mendapat sepatu barunya.

Lidia menjelaskan bahwa sepatu barunya dibelikan Tiwi. Tiwi adalah teman sekelas kami juga. Lalu, kemana uang Belinda menghilang? Aku tidak menyangka, ternyata Bu Sonya juga tahu. Bu Sonya menyuruh Belinda mencari uangnya di dalam buku catatan. Dan memang, uang itu ada di sana.

Pernah juga suatu kali Odi menusuk ban sepeda Bu Sonya. Odi melakukan hal itu karena dendam. Ia baru saja dihukum Bu Sonya berdiri di depan kelas. Esok harinya, Bu Sonya memanggil Odi. Dengan malu, Odi mengaku salah. Bagaimana mungkin Bu Sonya bisa tahu? Pikirku heran. Ini semakin memperkuat dugaanku kalau Bu Sonya memang punya indera keenam.

Suatu hari, tanpa sengaja tanganku tertusuk jarum. Aku kurang hati-hati saat menjahit kancing bajuku sebelum berangkat sekolah. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat Bu Sonya. Apa mungkin, ya, dia juga tahu kalau aku baru saja kena jarum? Sepertinya tidak mungkin Bu Sonya tahu. Luka ini, kan, kecil sekali.

Aku lalu hanya memberikan obat pada jariku. Aku sengaja tidak membungkus jariku dengan perban. Jika dibungkus perban, Bu Sonya bisa tahu nanti. Usai istirahat, Bu Sonya tiba-tiba mengajakku ke kantor. Ada apa? Pikirku heran.

“Dina, ini ada plester buat kamu. Biar lukanya tidak tambah parah kalau terkena air,” ucap Bu Sonya saat aku duduk. Deg! Jantungku berpacu cepat. Bagaimana Bu Sonya bisa tahu? Pasti karena indera keenamnya!

Aku tak bisa menahan rasa penasaranku.

“Bu, apa Ibu punya indera keenam?” tanyaku. Bu Sonya memandangku dengan serius. Sejenak kemudian ia tersenyum.

“Indera keenam? Kenapa kamu tanya begitu?” Bu Sonya balik bertanya.

“Kenapa Ibu bisa tahu kalau Nina butuh kacamata? Dari mana Ibu tahu Damian dan Roni akan bertengkar? Dari mana Ibu tahu Belinda salah paham pada Lidia? Bagaimana juga Ibu tahu Odi yang menusuk ban sepeda Ibu? Bagaimana juga Ibu bisa tahu jariku terluka?”

Bu Sonya mengangguk-angguk usai mendengar pertanyaanku. 

Ilustrasi: Iwan D.


“Ibu tahu Nina butuh kacamata karena ia kesulitan melihat tulisan pada papan. Ibu tahu Damian dan Roni akan berkelahi karena mereka saling bertatapan dengan mata tidak bersahabat. Lalu, Ibu tahu Belinda salah paham karena mereka saling tidak bertegur sapa. Mereka, kan, sahabat dekat. Jadi tidak mungkin mereka saling diam selama dua hari. Ibu tahu permasalahan mereka, karena Belinda selalu memandangi sepatu Lidia dengan tatapan benci.”

“Lalu, masalah Odi dan letak uang Belinda?”

“Odi baru saja Ibu hukum. Mata Odi tampak dendam pada Ibu. Karena itu Ibu memanggilnya perihal ban sepeda itu. Tapi, di kantor, Ibu tidak menuduhnya. Odi mengaku sendiri. Dan Ibu sangat menghargai hal itu. Mengenai letak uang Belinda, Ibu melihat uang itu saat memeriksa buku catatannya.”

“Lalu jari saya?” tanyaku.

“Ketika menulis tadi, jari tengahmu tampak tidak ditekuk. Jadi pasti terjadi sesuatu pada jari tengahmu. Bagaimana? Kamu masih mengira Ibu punya indera keenam?” Bu Sonya tersenyum.

Aku merasa puas dengan jawaban Bu Sonya. Aku dan anak-anak ternyata salah menduga. Bu Sonya tidak punya indera keenam. Akan tetapi, ia punya perhatian yang super besar pada muridnya. Karena itu, ia tahu keadaanku dan teman-teman.

(Sumber: Bobo Edisi 21. Tahun XXXVIII. 2 September 2010. Hal. 18-19)