8 Maret 2016

Miriel Collection - Free Download Full Version for Games PC

The ordinary life of extraordinary Miriel has changed as soon as she decided to have her own magical business. Would you like to become a business partner in the Miriel the Magical Merchant game? The girl wants to open a store and your main objective in the game is to earn the desired sum of money. Customers come to the shop and your task is to bring all necessary food very quickly. When a new client comes into the store he or she thinks a little and then you will see what he wants to buy with the help of the conversation balloons that appear above him. Click on the icon to order some food, then pick it up and finally take it to the customer waiting for you. Miriel can bring a limited number of items so pay attention to the purple rings flying near her hands. As soon as the customer gets his purchase he leaves some coins. Don't forget to collect them as they vanish quickly in the Miriel the Magical Merchant game. Several people can enter the shop at once. If a customer waits for a long period of time he will lose patience and leave the store. You can define client's mood by the number of red hearts near him or her. Different customers come to the store and they all need your attention. Each day you have to earn a definite sum of money - a day goal. You can achieve a master's goal and get better equipment. When you earn a large sum of money you can open a new store in a different town. Some dishes like bread and strawberry cake Miriel cooks herself. Moreover, there is a recipe book in Miriel the Magical Merchant where you can see all her recipes and try to cook something yourself!

Link Download 1: TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Sendit | Files | Uptobox
Link Download 2: Mediafire | TheFilesLocker | Yandex Disk | Files | Uploadsmobi
Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Sendit | Files | Uptobox 

Screenshots:













Sumber : myplaycity.com




 MIRIEL'S ECHANTED MYSTERY
Categories

Help Miriel fill orders from her demanding customers. Each level has a different goal that Miriel has to meet. Whether it’s just an apple or a magical loaf of bread, Miriel has to move fast to fill her orders. The more efficient Miriel is, the more magical money she’ll make!  

Link Download 1: TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Sendit | Files | Uptobox
Link Download 2: Mediafire | TheFilesLocker | Yandex Disk | Files | Uploadsmobi
Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Sendit | Files | Uptobox

Screenshots

Sumber: Berbagai sumber

14 Januari 2016

Turbo Pizza Collection - Free Download Full Version for Games PC

Turbo Pizza
Run a pizzeria and attract customers in the time management game Turbo Pizza! Here you will help Rebecca and Robert build the café and get nice profit. You are to work hard to serve all the customers and meet their needs – some of them want a glass of cola, others coffee, ice-cream, delicious cake or pizza. Upgrade your pizzeria and don’t leave your competitors any chance! Be friendly and quick not to make your clients irritated and have fun in the game Turbo Pizza! 

Link Download: TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox
Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox

Screenshots: 






Sumber   : www.myplaycity.com



Turbo Subs (Turbo Pizza 2)
Big Farm
Try your hand at running the greatest burger empire in the game Turbo Subs! Here you will meet your friends Robert and Rebecca who are at all pains to expand their business. And now their core target is to conquer New York City. They are really ambitious and why not joining their stunning adventures? Even if you are a poor cook, you may be a talented manager who can make their restaurant the real sensation in New York. Try your luck in the game Turbo Subs and have fun! Robert and Rebecca have a lot to do – they should invent something new that will impress the citizens. They won’t be surprised by a pizza or burgers but a new sauce will cause a great interest without fail. Do your best to create novelties that will turn a small restaurant into a sensation in New York! Train your skills in cooking, entertain your visitors and your restaurant will be beyond comparison. Keep in mind that irritated visitors don’t pay for their order so move quickly to provide all of them with tasty pizza, hot burgers or delicious cakes. Change the interior and buy new machines for making cappuccino, ice-cream and cotton candy to impress the customers. Lots of visitors are ready to taste your mouth-watering burgers, serve them quickly because they are hungry. There are several kinds of burgers: provide all your visitors with a burger they want and try not to mix the orders up! Soon you’ll be able to buy special machines for making chips, homemade cookies and various soft drinks. You can also pass chef cook courses as well! Everything depends on you! If you are not satisfied with your result in the game Turbo Subs, replay the level and try to make combo service to get extra points. At first, it’s rather easy to cope with all the tasks quickly but later on there will be several simultaneous orders and you are to do your best not to lose reputation! In the time management game Turbo Subs you will train your reaction and multitasking, so brace yourself to the dynamic work at the counter. The impressions are unforgettable!

Link Download: TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox 
Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox

Screenshots




Turbo Fiesta (Turbo Pizza 3)

Cook delicious dishes to satisfy your extraterrestrial clients in the time management game Turbo Fiesta! Here you will train your skills in cooking and invent new dishes to entertain your visitors. Do your best to move quickly not to waste time and you’ll get extra money and points. Serve interplanetary customers in spectacular, far-away locations and run your fast food empire properly in the game Turbo Fiesta!

Link Download: TheFilesLocker |
Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox 
Link Alternative: Mega | TheFilesLocker | Yandex Disk | Mediafire | Files | Uptobox

Screenshots








Sumber: www.myplaycity.com

15 Desember 2015

Dibalik Dusta

Di Balik Dusta

By: Evie

Memangnya orang sepertiku tidak boleh sekolah di sini? Memangnya cuma anak orang kaya aja yang boleh sekolah di SMU terkenal? Memangnya aku tidak layak mendapat teman sebaik Reva? Kenapa mereka selalu bersikap sinis terhadapku. Aku tidak pernah melakukan hal yang membuat mereka jadi benci atau tidak suka padaku.

“Udahlah, Adit dan Virni itu kan cs banget, cuekin aa kalo mereka lagi ngeledek kamu,” ujar Reva saat melihat teman-teman sekelas mulai meledekku.

“Aku tahu, aku sadar diri kok,” jawabku pelan.

“Jangan dimasukin ke hati ya, nanti juga mereka capek sendiri,” hibur Reva.

Aku tersenyum tipis. Dari ratusan anak yang bersekolah di sini cuma Reva yang baik hati. Beasiswa yang kudapat dari orang tua-asuh akulah yang membuatku bisa sekolah. Ayahku hanya penjaga rel kereta api sedang ibu tidak bekerja. Kalo bukan karena kebaikan Pak Surya, sahabat ayah yang sudah sukses, mungkin aku dan kedua adikku tidak bisa sekolah setinggi ini.

Kadang aku tidak kuat mendengar ledekan teman-teman sekelas. Mereka selalu memanggilku Neng cewek kampung atau Neng penjaga rel kereta. Keinginanku untuk belajar dan kebaikan Reva lah yang membuatku bertahan melewati semua ini. Tidak jarang Reva harus adu mulut jika sedang membelaku. Ia memang sahabat yang baik dan tak pernah sekalipun malu berteman denganku. Meski cantik, kaya dan cukup poluler di sekolah tapi ia sering mengajakku makan di kantin sekolah atau jalan ke mal. Aku senang sekali berteman dengannya.

“Neng, nanti pulang duluan aja ya, aku ada janji sama Ryan.”

“Iya, salam ya buat Ryan.”

Aku memandang kagum sosok di hadapanku ini. Sudah cantik, baik, pintar punya pacar ganteng dan baik seperti Ryan pula. Ryan juga tidak sombong padaku jika kami bertemu, ia selalu ramah dan baik. Mereka memang pasangan yang serasi.

***

Sudah tiga hari ini ibu sakit. Walau sudah di bawa ke dokter tapi panas yang dideritanya tetap tidak turun. Aku takut ibu terkena tipes. Persediaan uang di rumah semakin menipis. Anjuran Bule Ratmi tetanggaku, ibu harus di bawa ke rumah sakit untuk menghindari hal-hal yang membahayakan. Ayah sudah pusing mencari uang. Ia berusaha untuk cari pinjaman dari kantor tapi tidak dapat karena potongan hutang ayah belum selesai. Kedua adikku masih kecil, mereka belum bisa aku ajak berunding untuk mengatasi masalah ini.

Satu-satunya jalan, aku harus bekerja. Tapi kerja apa? Aku masih harus sekolah. Kucoba bertanya pada toko-toko di pasar yang kulewati tiap pulang sekolah. Apakah mereka membutuhkan karyawan tapi hasilnya nihil. Aku semakin bingung. Keadaan ibu semakin parah, aku malu untuk pinjam ke tetangga karena udah banyak hutang keluargaku pada mereka.

“Berapa hari ini kamu sering melamun, ada apa Neng?” tanya Reva menyandarkanku dari lamunan.

“Eh, gak ada apa-apa,” jawabku bohong.

“Cerita aja kali, siapa tahu aku bisa bantu,” ujarnya seperti tidak percaya dengan jawabanku.

Aku tersenyum tipis. Apa aku harus cerita pada Reva? Ah tidak! Sudah puluhan kali ia membantu keluargaku. Minggu kemarin, ia baru membelikan baju seragam dan sepatu baru untuk kedua adikku. Kalau cerita ia pasti akan membantu. Tidak boleh! Ia sudah terlalu baik.

Siang yang panas, aku dan Reva menunggu bus di halte depan sekolah. Biarpun ia kaya tapi tetap tidak mau diantar jemput. Ia lebih suka naik bus ke sekolah.

“Neng, aku duluan ya!” sserunya setelah melihat bus jurusannya datang.

“Hati-hati!” teriakku melihatnya berlari mengejar bus.

Tiba-tiba mataku tertuju pada amplop putih yang jatuh seiring dengan tubuh Reva yang loncat ke dalam bus. Aku segera mendekati dan mengambilnya. Benar ini milik Reva karena tertulis namanya di sana. Amplop cukup tebal itu dilem. Kulihat isinya ternyata lembaran uang lima puluh ribuan yang lumayan banyak. Huh, untung saja jatuhnya di dekatku bukan di atas bus. Segera kumasukkan uang itu ke dalam tas.

Panas ibu makin tinggi. Kedua adikku mulai menangis. Mereka takut kehilangan ibu, sedang ayah hanya terpekur menatap wajah ibu yang pucat pasi. Hatiku resah, apakah uang milik Reva harus kugunakan untuk membawa ibu ke rumah sakit lalu nanti baru kujelaskan bahwa aku meminjamnya. Tanpa pikir panjang aku segera menyuruh ayah memapah tubuh ibu dan membawanya ke rumah sakit. Saat ayah tanya aku dapat uang darimana, aku bilang pinjam dari teman.

Syukurlah, ibu tidak terlambat ditolong. Kata dokter kalau sehari lagi ibu tidak dirawat mungkin nyawanya sudah hilang. Lega sekali rasanya melihat ibu bisa lebih segar walaupun masih lemah. Kecemasanku seminggu ini sedikit demi sedikit berangsur hilang.

***

“Duh Neng, aku lagi bete nih!” seru Reva sesaat baru datang.

“Kenapa? Berantem sama Ryan, ya?” godaku.

“Bukan, kemarin pulang sekolah aku kecopetan.”

“Kecopetan? Di mana? Apanya yang dicopet?” berondongku.

“Bukan dompet tapi uang dalam amplop, tadinya uang itu mau aku bayarin buat pendaftaran kursus eh dicopet dalam bus, apes deh!” keluhnya.

Uang dalam amplop? Berarti uang yang kemarin aku temukan. Bukankah hari ini aku messti bilang padanya kalau uang itu ada padaku dan aku pakai untuk berobat ibu. Tapi tadi Reva bilang uang itu dicopet, apa berarti ia menganggap uang itu sudah hilang?

“Trus dimarahin sama mama dong?” tanyaku memancing reaksinya.

“Gak terlalu sih, aku dibilang sembrono taruh uang sembarangan, padahal naik angkutan umum,” ujarnya setengah menggerutu.

“Kamu kesal gak sama pencopetnya?”

“Kamu nanyanya aneh deh! Ya kesel lah emang cari uang gampang. Mencuri itu kan dosa, biarin ajalah mau marah juga gak bikin uang balik.”

“Kalo tiba-tiba pencopet itu balikin uangnya gimana?”

“Neng... Neng, kamu tuh lucu banget deh. Hari gini gitu loh! Mana ada tukang copet dengan rela hati mau balikin barang yang sudah dicurinya,” serunya seraya menertawakan pertanyaanku.

Kutatap kembali wajahnya yang terlihat santai. Aku yakin, buat keluarga Reva kehilangan uang segitu tidak terlalu berarti. Tapi, walau bagaimanapun aku tidak ada bedanya dengan pencopet. Uang Reva yang seharusnya aku kembalikan malah kupakai. Hatiku gundah, perasaan bersalah mulai muncul dalam hatiku. Apakah aku harus terus terang padanya? Tapi melihat Reva tidak terlalu risau atas kehilangan itu, hatiku jadi ragu. Apa kubiarkan saja ia menganggap uang telah hilang?

“Neng, kamu kenapa sih bengong terus?” tegur Reva sambil menyentil hidungku.

Aku tersenyum tipis menanggapi gurauannya.

Setelah tiga hari diopname akhirnya ibu diperbolehkan pulang. Seluruh uang milik Reva terpakai untuk melunasi biaya pengobatan ibu.

“Neng, gimana kita mengganti uang milik teman kamu itu?” tanya ayah setelah melihat ibu sudah beristirahat.

“Teman Neng baik, yah! Katanya kita bisa kembalikan kapan saja,” jawabku berbohong.

“Apa Reva lagi yang menolong kita?”

“Bukan, Yah! Kita sudah terlalu banyak ditolong reva. Neng malu untuk terus-terusan minta bantuan darinya.”

“Iya juga, Reva itu baik sekali. Bersyukurlah kamu punya teman seperti dia.” Kata-kata ayah menghantam hatiku. Reva memang sangat baik, akulah bukan teman yang baik. Kebaikannya kubalas dengan dusta. Harusnya aku jujur padanya dari awal. Aku yakin ia pasti membantuku. Tapi nasi sudah jadi bubur, kalau aku ceritakan padanya sekarang bisa jadi ia malah berprasangka buruk padaku.

Setiap melihat Reva aku selalu ingat akan hal itu. Perasaan bersalah kian hari kian menggunung di hati. Meski Reva nampaknya sudah melupakan peristiwa itu tapi tidak denganku. Melihat kebaikannya, aku semakin terkungkung dengan perasaan berdosa. Apa yang harus kulakukan?

Perasaan itu akhirnya membuatku takut untuk berdekatan dengannya. Sekarang aku lebih sering menghindar dan menolak tiap kali ia mengajakku jalan atau bercanda seperti biasanya. Aku takut ia bisa membaca kebogonganku. Aku takut ia marah padaku. Aku takut ia benci padaku jika tahu akulah yang memakai uangnya.

“Sebenarnya aku salah apa sama kamu, Neng?” tanyanya saat memaksaku makan bareng di kantin.

“Salah? Kamu gak punya salah apa-apa sama aku,” jawabku heran.

“Udah beberapa minggu ini sikap kamu berubah, kamu jarang ngobrol denganku, kamu sering nolak bila aku ajak pergi, kamu larang aku main ke rumah kamu, apa aku melakukan tindakan yang bikin kamu sakit hati?” tanyanya panjang lebar.

“Bukan... bukan itu, kamu gak pernah punya salah apa-apa sama aku, cuma memang akhir-akhir ini aku sedang sedikit gelisah,” ujarku gugup.

“Gelisah? Kenapa? Kamu lagi jatuh cinta?” guraunya.

“Bukan, aku... aku...,” lidahku kelu untuk berkata jujur tentang hal yang sebenarnya.

“Ya udah kalo belum siap cerita, tapi yang penting bukan karena kau kan?”

Aku menggeleng lemah. Duuh... Tuhan, kenapa kejujuran itu sangat mahal harganya. Sampai kapan aku harus menanggung perasaan bersalah ini? Sampai kapan aku harus terus berpura-pura tidak ada apa-apa di hadapannya? Maafkan aku, Reva. Aku tidak bisa menjadi sahabat yang baik buat kamu. Sekali lagi maafkan aku.

***

(Sumber: majalah mingguan Gaul edisi 48 tahun VIII . 14 – 20 Desember 2009 . Hal 26)